Kaum Syi’ah meyakini bahwa derajat Imamah (kedudukan pemimpin yang
dipilih Allah SWT) lebih tinggi daripada keNabian atau keRasulan. Perhatikanlah bahwa
di sini kami membandingkan derajat kedudukan dan bukan derajat seseorang. Dengan
demikian dua orang imam pilihan Allah SWT yang keduanya memiliki posisi yang
mungkin sama di mata Allah SWT, mempunyai derajat yang berbeda. Contohnya, di
samping dua belas Imam Ahlulbait, Imam Ali bin Abi Thalib as adalah yang paling saleh.
Demikian juga, Nabi Muhammad SAW lebih saleh daripada Imam Ali as meskipun
keduanya dipilih Allah SWT sebagai pemimpin.
Dengan kata lain, Nabi Muhammad SAW derajatnya lebih tinggi di antara umat
manusia, dan makhluk Allah yang paling saleh, paling dihormati di hadapan Allah SWT.
Keyakinan di atas tidak meruntuhkan kedudukannya karena Nabi Muhammad SAW
adalah seorang Imam pada zamannya juga.
Namun, membandingkan ‘tugas’ Nabi Muhammad SAW dan Imam bagaikan
membandingkan apel dan jeruk atau seperti membandingkan tugas seorang dokter dan
ahli teknik. Imamah dan keNabian sangat berbeda fungsinya meskipun keduanya dapat
ada pada diri seseorang seperti pada Nabi Muhammad SAW atau Nabi Ibrahim as.
Bukti dari Quran
Orang-orang yang mengenal Quran hingga tahap tertentu, mengetahui bahwa
keyakinan ini bukan sesuatu yang aneh. Sebenarnya Quran memberikan bukti bahwa
kedudukan imamah lebih tinggi dari pada kedudukan keNabian atau keRasulan. Allah
Yang Maha Tinggi dan Maha Agung berfirman,
Dan takala Ibrahim diuji oleh tuhannya dengan beberapa perintah, ia
melaksanakannya. Kemudian Ia berkata, “Dengarlah! Aku menunjukmu
sebagai pernimpin bagi umat manusia.” (QS. al-Baqarah : 124)
Seperti yang kita lihat, Nabi Ibrahim as diuji oleh Allah SWT selama masa
keNabiannya dan ketika ia berhasil melalui ujian itu (ujian dalam hidupnya,
meninggalkan istrinya, mengorbankan putranya), ia dianugrahi oleh Allah SWT
kedudukan imamah. Hal ini menunjukkan bahwa kedudukan imamah lebih tinggi
daripada keNabian yang diberikan kepadanya setelah ia memperoleh kemampuan lebih
lainnya. Derajat selalu diberikan dengan tingkatan yang terus meningkat. Kita tidak
pernah melihat ada seseorang yang mendapatkan gelar doktoral lalu mendapatkan gelar
diploma. Dalam aturan Allah SWT, tiada kekacauan seperti itu. Derajat pertama Nabi
Ibrahim as adalah menjadi hamba Allah (abdi), kemudian menjadi Nabi, lalu menjadi
Rasul, setelah itu menjadi Khalil, dan terakhir menjadi Imam. Ayat di atas, membuktikan
bahwa Allah SWT mengangkat Imam dan pengangkatan Imam bukan urusan manusia.
Berikut ini penafsiran dari kaum Sunni, Yusuf Ali, mengenai ayat di atas (QS. al-
Baqarah : 124), berkomentar,
“Kalimat yang secara literal berarti ‘kata-kata’, digunakan dalam makna yang
mistis, makna yang hanya diketahui Allah tujuan, kehendak dan
ketentuannya. Ayat ini merupakan ringkasan dari ayat-ayat berikutnya. Nabi
Ibrahim melaksanakan semua perintah Allah, yaitu mensucikan rumah Allah
(baitullah), membangun tempat perlindungan yang suci, Kabah, dan
menyerahkan segala kehendaknya kepada kehendak Allah. Ia dijanjikan
diberi jabatan sebagai pemimpin bagi dunia. Ia bermohon untuk anak
keturunannya dan doanya dikabulkan dengan kekecualian bahwa apabila
keturunannya menyimpang dari ajaran Allah, Allah berjanji tidak akan
meridhai orang yang terbukti salah.”
Seperti yang kita lihat, Quran dengan jelas membenarkan pandangan Syi’ah
dalam hal ini. Tetapi, karena Nabi Ibrahim, Muhammad dan beberapa Nabi lainnya
adalah juga Imam, keyakinan ini (Imamah lebih tinggi daripada keNabian) tidak
meruntuhkan derajat mereka.
Imam berarti seseorang yang diangkat oleh Allah SWT sebagai pemimpin atau
penunjuk (lihat al-Anbiya:73; as-Sajdah:24). Orang-orang harus taat dan mengikuti
mereka. Para Rasul adalah pembawa berita dan imam adalah pemberi petunjuk (QS. al-
Ra’d:7). Imam adalah cahaya petunjuk (QS. al-An’am: 97).
Muhammad SAW adalah seorang Nabi, Rasul dan seorang Imam. Setelah ia
wafat, pintu keNabian dan keRasulan tertutup selamanya. Tetapi pintu imamah
(kepemimpinan) masih terbuka karena ia memiliki penerus (khalifah, wakil), artinya
seseorang yang melanjutkan kedudukan orang sebelumnya. Jelaslah bahwa pelanjut Nabi
Muhammad SAW tidak memiliki derajat keNabian atau keRasulan. Kedudukan mereka
hanyalah sebagai imam (pemimpin). Dan jumlah imam ini ada dua belas sebagaimana
yang dinyatakan Nabi Muhammad sendiri. Perhatikan juga bahwa Quran dengan jelas
menyatakan bahwa imam dan khalifah ditunjuk oleh Allah SWT dan penunjikannya
bukan urusan manusia! Untuk membuktikan penunjikan imam oleh Allah SWT. Lihatlah
ayat Quran berikut! Shad:20 tentang Nabi Daud, al-Baqarah:124 tentang Nabi Ibrahim,
al-Baqarah:30 tentang Nabi Adam, al-A~raf 142, Thaha:29-36 dan al-Furqan:35
tentang Nabi Harun.
Seorang Wahabi mengartikan bahwa kaum Syi’ah bukanlah orang Islam karena
mereka meyakini bahwa imamah lebih tinggi daripada keRasulan, tetapi ia tidak
memberikan bukti dari Quran atau hadis yang sahih yang menyatakan sebaliknya. Tetapi
kami telah memberikan bukti dari Quran dan dengan demikian penilaian kami lebih baik
daripada penilaian mereka, apakah anda seorang Islam atau bukan.
Mengenai malaikat, seluruh umat Islam sepakat bahwa tingkatan Nabi lebih
tinggi daripada para malaikat. Quran menyatakan bahwa semua malaikat bersujud di
hadapan Nabi Adam. Hal ini cukup untuk membuktikan bahwa derajat Nabi lebih tinggi
daripada derajat malaikat. Dan berdasarkan kesimpulan sebelumnya bahwa kedudukan
imamah lebih tinggi daripada keNabian, maka derajat imam lebih tinggi daripada derajat
malaikat juga.
Bukti dari Koleksi Hadis Sahih Sunni
Kaum Syi’ah lebih jauh meyakini bahwa dua belas Imam dari Keluarga Nabi
Muhammad SAW memiliki derajat yang lebih tinggi daripada semua Rasul kecuali
Nabi Muhammad SAW. dengan kata lain, kedudukan pelanjut bahtera Nabi Muhammad
SAW lebih tinggi dari pada penerus semua Nabi sebelumnya. Perhatikanlah bahwa
penerus Nabi – Nabi sebelumnya adalah para Nabi ! Berikut ini referensi dari Hadis
Sunni bahwa Imam Ali bin Abi Thalib memiliki kebajikan yang sangat tinggi dari pada
para Nabi sebelumnya.
Nabi Muhammad SAW berkata :
jikalau engkau ingin melihat keteguhan dalam diri Nabi Nuh, ilmu pengetahuan
Nabi Adam, kemurahan Nabi Ibrahim, kecerdasan Nabi Musa dan ketaatan Nabi
Isa, lihatlah Ali bin Abi Thalib !”1
Cahaya Nabi Muhammad SAW dan Ali mendahului penciptaan Nabi Adam
Salman Farisi meriwayatkan bahwa Rasulullah berkata,
“Aku dan Ali berasal dari cahaya yang sama di dalam genggaman Allah
empat belas ribu tahun sebelum Ia menciptakan Adam. Ketika Allah
menciptakan Adam, Ia membagi cahaya itu menjadi dua bagian, satunya adalah
cahayaku dan satunya adalah cahaya Ali”2
Hal ini dengan jelas menunjukkan bahwa derajat Nabi Muhammad SAW dan
Imam Ali lebih tinggi daripada seluruh manusia yang diciptakan Allah SWT.
Tidak ada orang yang dapat melintasi Jembatan Shirath kecuali dengan izin Ali
Anas bin Malik meriwayatkan, “Ketika kematian Abu Bakar semakin
dekat, Abu Bakar berkata bahwa ia mendengar Rasulullah berkata,
‘Sebuah rintangan menghadang di jembatan Sirath all-Mustaqim. Tidak ada
seorangpun yang dapat melintasinya kecuali dengan izin Alibin Abi Thalib.’
Aku mendengar Rasulullah berkata, ‘Aku adalah penghulu para Nabi dan Ali
adalah penghulu para Pemimpin.”3
Imam Ali meriwayatkan, “Nabi Muhammad SAW berkata bahwa ketika Allah
SWT mengumpulkan orang-orang yang pertama dan yang terakhir masuk surga, sebuah
jalan dibentangkan menjembatani neraka. Tidak seorangpun dapat melintasinya kecuali
memiliki bukti yang kuat berpemimpin (wilayah) kepada Ali bin Abi Thalib.”4
Ali adalah orang yang menjadi pemisah antara orang-orang yang masuk surga dan
orang-orang yang masuk neraka
Nabi Muhammad SAW berkata kepada Ali,
“Engkau adalah orang yang memisahkan orang-orang yang akan masuk ke
surga dan orang-orang yang akan masuk ke neraka pada Hari Kiamat.
Engkau akan berkata kepada neraka, “Orang ini untukku dan yang itu
untukmu.”
Ali berkata, “Aku adalah pemisah orang-orang yang masuk neraka.”6
Nabi Muhammad SAW pernah berkata Ali, “Engkau adalah pemisah orang-orang
yang masuk neraka.”7
Dan berikut ini sebuah catatan dari Syafi’i, salah satu imam fikih dari mazhab
Sunni :
Ali akan memeriksa umat manusia dan memisahkan apakah mereka
masuk surga atau masuk neraka. Ali, orang yang wngat meyakini Nabi
Muhammad, adalah pemimpin golongan manusia dan golongan jin.
Sekiranya para pengikut Ali adalah Rafidhi sesungguhnya aku termasuk
ke dalam golongan itu. Pada saat itu Ali merobek simbol Kabah dan
menginjaknya di mana Allah telah meletakkan lengannya pada ‘malam
Mikraj’. Sesungguhnya pada ke dua mata Ali terpancar cahaya Allah.
Umar bin Khatab berkata mengenai kebajikan Imam Ali, “Apabila seluruh
planet dan tujuh lapis langit diletakkan pada sebuah sisi timbangan dan keimanan Ali
pada sisi yang lain, sisi timbangan Ali akan memberati.”8
Ali adalah orang yang paling baik setelah Nabi Muhammad SAW
Jabir meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW berkata, “Ali adalah umat
yang paling baik setelahku, dan barangsiapa yang meragukannya, ia adalah orang
kafir.”9
Abu Dzar yang mengutip dari Abdullah yang mengutip dari Ali bahwa bahwa
Nabi Muhammad berkata, “Barangsiapa yang tidak mengtakan bahwa Ali adalah
orang terbaik dalam umatku, ia adalah orang kafir.”10
Barida juga meriwayatkan, “Nabi Muhammad SAW berkata kepada Fathimah,
‘Aku menikahkanmu kepada orang yang paling terbaik dalam umatku, orang yang
paling berpengetahuan, sabar dan orang pertama yang masuk Islam di antara
mereka.”11
Catatan Kaki
1. Referensi hadis Sunni: Shahih, Baihaqi; Musnad Ahmad ibn Hanbal,
sebagaimana yang dikutipnya; Syarh, Ibnu Abil Hadid, jilid 2, hal. 449; Tafsir
al-Kabir, Fakhruddin Razi, menafsirkan ayat Mubilah, jilid 2, hal. 288. la
menulis hadis ini sebagai hadis yang sahih; Ibnu Batutah meriwayatkannya
sebagai hadis yang berasal dari Ibnu Abbas. la menyatakannya dalam bukunya
Fath al-Mulk al-Ali bi Shihah Hadits-eBab-e Madinat al llm, hal. 34, oleh
Ahmad bin Muhammad bin Shiddiq Hasani Maghribi; Orang yang telah
mengakui bahwa Imam Ali yang merupakan gudang rahasia seluruh nabi adalah
pemimpin makrifah, Muhyiddin Arabi, Arif Sya’rani telah menyalinnya di dalam
bukunya al-Yuwaqit wa al-jawahir (ha1.172, pembahasan 32).
2. Referensi hadis Sunni: Mizan al-I’tidal, Dzahabi, jilid I, hal. 235; Fadha’il ash-
Shahabah, Ahmad bin Hanbal, jilid. 2, hal. 663, hadis 1.130; ar-Riyadh an-
Nadhirah, Muhib Thabari, jilid 2, ha1.164, jilid 3, ha1.154; Tarikh, lbnu Asakir.
Catatan: ‘genggaman Allah’ artinya kekuasaanNya. Kalimat ‘dalam genggaman
Allah’ artinya dalam kerajaan, singgasana, dan kehadiran-Nya.
3. Referensi hadis Sunni: Tarikh, Khatib Baghdadi, jilid 10, hal. 356; as Sawa’iq al-
Muhriqah, Ibnu Hajar, bab 9, sub jilid 2, hal. 195.
4. Referensi hadis Sunni: ar-Riyadh an-Nadhirah, Muhibuddin Thabari, jilid 2,
ha1.172.
5. Referensi hadis Sunni: as-Sawaiq al-Muhriqah, Ibnu Hajar, bab 9, sub jilid 2,
hal. 195.
6. Referensi hadis Sunni: Kanz al-Ummal, Muttaqi Hindi, jilid 6, hal. 402; Radd al-
Syams, Shathan Fundhaili.
7. Referensi hadis Sunni: Kunuz al-Haqa’iq, Abdurrauf Manawi, hal. 92
.8. Referensi hadis Sunni: ar-Riyadh an-Nadhirah, Muhibuddin Thabari; Izalat al-
Khifa Maqsad.
9. Referensi hadis Sunni: Kinuz al-Haqa’iq, Abdurrauf Manawi, hal. 92; Tarikh,
Khatib Baghdadi, jilid 7, hal. 421.
10. Referensi hadis Sunni: Tarikh, Khatib Baghdadi, jilid 3, ha1.19; Tahdzib al-
Tahdzib, Ibnu Hajar Asqalani, jilid 9, hal. 419.
11. Referensi hadis Sunni: Kanz al-Ummal, Muttaqi Hindi, jilid 6, hal. 398.