LASKAR HAIDAR

Your description goes here

  • RSS
  • Delicious
  • Facebook
  • Twitter

Popular Posts

Hello world!
Righteous Kill
Quisque sed felis

بسم الله الرحمن الرحيم

و الصلاة و السلام على محمد و آل محمد

السلام عليكم و رحمة الله تعالى و بركاته



اَعْظَمَ اللهُ اُجُورَنابِمُصابِنا بِالْحُسَيْنِ عَلَيْهِ السَّلامُ

وَجَعَلَنا وَاِيّاكُمْ مِنَ الطّالِبينَ بِثارِهِ مَعَ وَلِيِّهِ الاِْمامِ الْمَهْدِيِّ

مِنْ آلِ مُحَمَّدعَلَيْهِمُ السَّلامُ









Laa fataa illa 'ali laa saif illaa dzulfiqaar

About Me

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia

Blog Archive

Thumbnail Recent Post

Total Tayangan Halaman




Daftar Blog Saya

Entri Populer

Righteous Kill

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Quisque sed felis

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Etiam augue pede, molestie eget.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Hellgate is back

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit ...

Post with links

This is the web2feel wordpress theme demo site. You have come here from our home page. Explore the Theme preview and inorder to RETURN to the web2feel home page CLICK ...


السَّلاَمُ عَلَى الْحُسَيْنِ وَ عَلَى عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ وَ عَلَى أَوْلاَدِ الْحُسَيْنِ وَ عَلَى أَصْحَابِ الْحُسَيْنِ




Dari perspektif Syi’ah, Imamah (kepemimpinan yang ditunjuk Tuhan) adalah

suatu nikmat Allah SWT kepada manusia yang dengannya agama disempumakan. Allah

SWT yang memiliki Kekuasaan dan Keagungan berfirman,

Pada hari ini telah Kusempumakan untuk kamu agamamu dan

Kecukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi

agama bagimu. (QS. al-Maidah : 3).

Imamah merupakan kelembutan (luthf) yang menarik umat manusia menuju

ketaatan kepada-Nya dan menjauhkan diri mereka dari kedurhakaan kepada-Nya, tanpa

memaksa mereka dengan cara apapun. Ketika Allah SWT memerintahkan manusia untuk

melakukan sesuatu padahal Dia mengetahui bahwa mereka tidak bisa melakukannya atau

sangatlah sulit bagi mereka untuk melakukannya tanpa bantuan-Nya, maka seandainya

Allah SWT tidak memberikan pertolongan-Nya, niscaya Dia menentang tujuan-Nya

sendiri. Secara gamblang, pengabaian seperti ini buruk munurut akal. Karena itu, lutbf

merupakan salah satu karakter Allah, dan Dia disucikan/dimuliakan dari kekurangan

sifat semacam itu. Nyatanya, Quran suei menyatakan, Allah Maha lembut terhadap

hamba-hamba-Nya... (QS. asy-Syura : 19).

Dan, dalam ayat-ayat lain Yang Maha Kuasa menggunakan kata Maha Lembut

(luthf) dalam kitab-Nya. Lihat misalnya, al-An’am :103; Yusuf: 100; al-Hajj : 63;

Luqman :16; al-Ahzab : 34; asy-Syura : 19; al-Mulk : 14, dan seterusnya.

Para utusan Tuhan diamanati tanggung jawab membawakan perintah-perintah

baru dari Allah SWT kepada manusia. Mereka adalah para pemberi peringatan

sebagaimana yang Quran katakan. Bagaimanapun, sebagian dari para Rasul adalah juga

para imam. Para penerus utusan Allah terakhir (Muhammad) bukan para Rasul/Nabi,

dan karena itu mereka tidak membawa risalah baru apapun ataupun mereka menunda

setiap peraturan yang ditetapkan oleh Nabi SAW. Mereka hanya berperan sebagai

pembimbing dan penjaga agama. Misi mereka adalah untuk menjelaskan,

mengelaborasi syariah (hukum Allah) kepada umat manusia. Mereka menjabarkan

perkara-perkara yang membingungkan dan kejadiankejadian yang mungkin terjadi di

setiap kurun. Mereka pun hanyalah orang-orang yang memiliki pengetahuan penuh

akan Quran dan Sunnah dari Nabi Muhammad SAW setelahnya, dan karena itu, mereka

satu-satunya orang-orang yang memiliki kualifikasi yang bisa menafsirkan ayat-ayat

Quran suci dengan benar dan menguraikan pengertiannya, sebagaimana disebutkan

dalam Quran itu sendiri (lihat Ali Imran : 7 dan al-Anbiya : 7).

Imamah merupakan nikmat besar dari Allah SWT, karena ketika umat manusia

mempunyai seorang pemimpin saleh dan bertakwa yang memandu mereka, mereka bisa

lebih dekat kepada kebajikan dam jauh dari penyimpangan dan penyelewengan dalam

masalah agama. Seorang imam yang ditunjuk Tuhan juga merupakan pribadi yang

paling bertanggung untuk mengatur sebagai pemimpin masyarakat yang bisa

memelihara keadilan dan memberangus penindasan. Sudah barang tentu, manusia telah

diberi kebebasan kehendak dan bisa menolak imam, namun mereka akan dimintai

pertanggungjawaban atas hal itu, sebagaimana halnya dalam kasus Nabi. Namun

demikian, imam akan tetap sebagai bukti Allah (hujjatullah) di muka bumi dan

sebagai pemimpin spiritual bagi orang-orang yang beriman di antara manusia yang

mendapatkan manfaat dari bimbingannya.

Superioritas dan Kemaksuman Imam

Umat Syi’ah percaya bahwa seperti halnya para Nabi, seorang imam yang

ditunjuk Tuhan harus mengungguli masyarakat dalam semua kebajikan, seperti dalam

pengetahuan, keberanian, kesalehan, dan harus mempunyai pengetahuan yang penuh

akan hukum ilahi. Apabila tidak demikian, dan Allah SWT mengamanatkan kedudukan

tinggi ini kepada seorang pribadi yang kurang sempurna ketika ada seorang pribadi

yang lebih sempurna, maka secara rasional itu salah dan bertentangan dengan keadilan

ilahi. Oleh sebab itu, tak ada orang yang lebih rendah bisa menerima Imamah dari Allah

SWT ketika ada orang yang lebih unggul daripadanya.

Andaikata seorang pemimpin yang ditunjuk Tuhan tidak maksum, niscaya ia

harus bertanggung jawab kepada kesalahan-kesalahan dan menyesatkan orang lain juga.

Dalam kasus seperti itu, tak ada kepercayaan yang implisit yang bisa digantikan dalam

ucapan-ucapan/perintah-perintah/perbuatan-perbuatan. Seorang imam yang ditunjuk

Tuhan adalah orang yang paling bertanggung jawab untuk mengatur sebagai pemimpin

masyarakat, dan orang-orang diharapkan untuk mengikutinya dalam setiap masalah.

Sekarang apabila ia melakukan sebuah dosa, niscaya orang-orang akan terikat

mengikutinya dalam dosa itu juga, karena kebodohan mereka tentang apakah perbuatan

itu termasuk dosa ataukah tidak (ingat asumsi bahwa imam adalah paling

berpengetahuan dalam komunitas ini). Situasi seperti ini tidak bisa diterima oleh

kemahalembutan Allah SWT karena ketaatan dalam dosa merupakan kejahatan, tidak

sah, dan terlarang. Selain itu ia akan berarti bahwa pemimpin harus ditaati dan

didurhakai pada waktu yang bersamaaan, yakni ketaatan kepadanya adalah wajib

namun terlarang yang secara jelas merupakan sebuah kontradiksi dan tidak terpuji.

Selain itu, sekiranya mungkin bagi seorang imam untuk berbuat dusa, merupakan

suatu kewajiban bagi orang lain untuk mencegahnya dari melakukan demikian (karena

setiap Muslim diwajibkan untuk mencegah orang lain dari perbuatan keharaman). Dalam

kasus seperti itu, imam akan dibenci, dan alih-alih pemimpin masyarakat, ia akan

menjadi para pengikut mereka, dan kepemimpinannya tidak akan ada faedahnya sejauh

agama diperhatikan.

Imam adalah pembela hukum Tuhan, dan kerja ini tidak bisa dipercayakan

kepada tangan-tangan yang berdosa, ataupun setiap orang bisa menjaga tugas ini secara

tepat. Dengan demikian, kemaksuman merupakan syarat penting bagi seorang imam

ataupun khalifah yang ditunjuk Tuhan yang merupakan penjaga atau penafsir dari

hukumhukum agama. Allah Yang Maha Mulia berfirman, Wahai orang-orang yang

beriman, taatilah Allah dau taatilah Rasul dan orang-orang yang punya otoritas

(ulil amri) di antara kalian. (QS. an-Nisa : 59).

Ayat ini menitahkan kepada kaum Muslim untuk menaati dua hal pertama,

menaati Allah, kedua menaati Rasul dan orang-orang yang diberi otoritas (ulil amri).

Penyusunan kata-kata tersebut memperlihatkan bahwa ketaatan kepada ulil amri adalah

sewajib ketaatan kepada Rasul karena Quran menggunakan hanya satu kata kerja untuk

keduanya tanpa mengulang kata kerja itu lagi. Sudah tentu, itu artinya bahwa Ulil Amri

sama pentingnya dengan dengan Rasul, jika tidak tentunya Allah SWT tidak akan

menggabungkan mereka dalam ayat ini (waw dari athf) di bawah satu kata kerja.

Menarik untuk diperhatikan bahwa Allah SWT menggunakan satu kata kerja yang

terpisah bagi Diri-Nya sendiri sebelum menyebutkan Rasul dan Ulil Amri yang

memperlihatkan bahwa Allah SWT mempunyai kekuasaan yang lebih tinggi ketimbang

otoritas yang dimiliki Rasul dan Ulil Amri.

Adalah jelas juga dari ayat di atas bahwa Ulil Amri tidak terbatas pada para

Rasul, jika tidak tentunya Allah SWT hanya akan mengatakan, “Taatilah Allah dan taat

hanya kepada Rasul.” Akan tetapi ia menambahkan Ulil Amri (orang-orang yang diberi

otoritas oleh Allah). Ini merupakan salah satu tempat dimana konsep para imam dan

kebutuhan akan ketaatan kepada mereka bersumber.

Dalam bahasan sebelumnya tentang kemaksuman para Nabi, kita menukil banyak

ayat Quran guna membuktikan kemaksuman Nabi SAW. Segala ayat tersebut

membuktikan dua noktah berikut. Pertama, otoritas Rasulullah SAW atas orang-orang

beriman tidaklah terbatas dan serbamencakup. Setiap perintah yang dikeluarkan olehnya,

di bawah kondisi apapun, di setiap tempat, di setiap waktu, (mesti) dipatuhi tanpa syarat.

Kedua, otoritas tertinggi diberikan kepadanya karena beliau maksum dan terbebas dari

segala jenis kesalahan dan dosa. Jika tidak, niscaya Allah Rasul Allah tidak akan

memerintahkan kepada kita untuk menaatinya tanpa pertanyaan dan keraguan.

Dalam artikel tersebut, kami juga memberikan Rujukan sebuah hadis dari Shahih

Bukhari yang membuktikan bahwa baik Nabi maupun para khalifah yang ditunjuk Tuhan

sama-sama maksum.

Demikian pula dari ayat 59 Surah an-Nisa kita simpulkan bahwa Ulil Amri

diberikan otoritas atas kaum Muslim yang sama persis dengan otoritas yang dimiliki

Rasul, dan bahwa ketaatan kepada Ulil Amri mempunyai kedudukan yang sama dengan

ketaatan kepada Rasul.

Tentu saja ini artinya bahwa Ulil Amri mestilah maksum dan terbebas dari segala

jenis kesalahan. Jika tidak, ketaatan kepada mereka niscaya tidak dibarengkan dengan

ketaatan kepada Nabi dan tanpa syarat apapun. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib

berkata, “Sesiapa yang mendurhakai Allah, tidak boleh ditaati,” dan “Sesungguhnya

ketaatan adalah untuk Allah dan Rasul-Nya dan orang-orang yang diberi otoritas.

Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan manusia untuk menaati Rasul karena

beliau adalah maksum dan suci, yang tidak akan menitahkan kepada manusia untuk

memaksiati Allah SWT, dan sesungguhnya Dia memerintahkan (manusia) untuk menaati

orang-orang yang diberi otoritas (Ulil Amri) lantaran mereka adalah maksum dan suci,

dan tidak akan mrnyuruh manusia untuk mendurhakai Allah.”1

Apakah Ulil Amri Berarti Penguasa-penguasa Muslim?

Kebanyakan saudara kita kaum Sunni cenderung menafsirkan ulil arnri minkum

sebagai penguasa-penguasa di antara kita sendiri yakni penguasa-penguasa Muslim.

Penafsiran ini tidak berasaskan pada penalaran logika/Qurani manapun. Ia melulu

didasarkan pada putaran sejarah. Mayoritas Muslimin telah menetapkannya sebagai

pembantu raja dan penguasa dalam menafsirkan dan menafsirkan ulang Islam dan Quran

guna memperkukuh kerajaan mereka sendiri.

Sejarah kaum Muslim (sebagaimana halnya bangsa-bangsa lain) disarati dengan

nama-nama para penguasa yang kezaliman, kejahatan, dan tirani mereka telah menodai

citra Islam. Penguasa-penguasa semacam itu ada dan akan senantiasa ada. Dan kita

diberitahu bahwasanya mereka adalah ulil amri yang disebutkan dalam ayat ini!

Bila saja Allah SWT benar-benar memerintahkan para raja dan penguasa seperti

itu, sebuah situasi mustahil akan diciptakan bagi segenap Muslimin. Para pengikut yang

jahat akan disalahkan hingga sampai pada ketidakridhaan Allah SWT, tak peduli apa

yang mereka kerjakan. Jika mereka menaati para penguasa ini, mereka telah memaksiati

perintah Allah SWT, Janganlah kamu ikuti orang yang berdosa (QS. al-Insan : 24).

Dan apabila mereka mendurhakai penguasa-penguasa itu, sekali lagi mereka telah

mendurhakai perintah Allah SWT, ‘taatilah penguasa-penguasa Muslim’ (jika artinya

demikian). Oleh sebab itu, jika kita menerima penafsiran ini, kaum Muslim dikutuk

sampai kepada kehinaan abadi entah mereka menaati ataukah mendurhakai para penguasa

Muslim yang berdosa.

Demikian pula, ada pula penguasa-penguasa Muslim dari berbagai aliran dan

mazhab. Mereka ini adalah Syafi’iyah, Hanbaliyah, Malikiyyah, Hanafiyyah, juga

Syi’ah dan Ibadiyah. Sekarang, menurut penafsiran ini kaum Sunni berada di bawah

seorang raja Ibadiyah (seperti di Yaman) yang harus menaati ajaran-ajaran Ibadiyah, dan

mereka yang menetap di bawah seorang penguasa Syi’ah (seperti Iran) haruslah

mengikuti keyakinan – keyakinan. Apakah orang-orang ini memiliki keyakinan

keberanian untuk mengikuti tafsiran yang diakui mereka hingga akibat logisnya?

Ulama Sunni terkenal, Fakhrurrazi, menyimpulkan dalam Tafsir alf\abir bahwa

ayat ini membuktikan ulil amri itu pastilah maksum adanya. Ia berargumentasi bahwa

Allah SWT telah memerintahkan kepada manusia vmtuk menaati Ulil Amri tanpa syarat.

Karena itu, mestilah Ulil Amri itu maksum. Seandainya ada kementakan (possibility)

bagi mereka untuk melakukan dosa (dosa itu terlarang), itu berarti orang harus mematuhi

nureka dan juga mendurhakai mereka dalam perbuatan tersebut. Dan ini, adalah hal yang

mustahil. Akan tetapi, untuk merintangi para pembacanya dari Ahlulbait, Fakhrurrazi

menemukan teori bahwa masyarakat Muslim secara keseluruhan adalah maksum!2

Tafsiran ini sesungguhnya terasa unik, dan tak seorang ulama Muslim Eum

bersandar pada teori ini dan ia tidak berdasarkan pada hadis apapun. Sangat mengejutkan

bahwa Fakhrurrazi mengakui setiap individu dari bangsa Muslim tidak maksum, namun

mengklaim bahwa mereka semua adalah maksum. Bahkan seorang pelajar tingkat dasar

pun mengetahui bahwa 200 ekor sapi ditambah 200 ekor sapi menjadi 400 ekor sapi dan

hukan seekor kuda. Namun Fakhrurrazi mengatakan bahwa 70 juta orang lidak maksum

ditambah 70 juta orang tidak maksum menjadi satu orang maksum! Apakah ia

menghendaki kita untuk percaya bahwa apabila semua pasien dari rumah sakit jiwa

bersatu padu, maka mereka menjadi setara dengan satu orang yang sehat jiwanya?

Nyatalah, dengan pengetahuan Qurannya yang mumpuni, ia mampu untuk

menyimpulkan Ulil Amri haruslah maksum. Namun ia tidak urung untuk melihat bahwa

ayat itu mengandung kata minkum (dari kalian) yang menunjukkan bahwa ulil amri

haruslah menjadi bagian dari masyarakat Muslim, bukan seluruh bangsa Muslim. Selain

itu, jika seluruh bangsa Muslim ditaati, lantas siapa subjek yang menaati mereka?

Selain itu, seluruh masyarakat belum pernah memiliki satu suara yang tunggal

lantas, siapakah yang harus kita ikuti di antara mereka?

Demikian pula, opini mayoritas bukanlah suatu tolak ukur yang baik untuk

membedakan kebatilan dari kebenaran. Tengoklah Quran, siapapun bisa melihat bahwa

Quran secara tajam menyatakan mayoritas manusia dengan kerap menyebutkan bahwa

‘kebanyakan tidak memahami’, `kebanyakan tidak menggunakan logika mereka’,

‘kebanyakan mengikuti hawa nafsu mereka’, karena pandangan mayoritas manusia

senantiasa terhalangi karena kecenderungan mereka. (Lihat misalnya Surah al-An’arn:

116, al-Maidah : 49; Yunus: 92; al-Rum : 8)

Makna Hakiki Ulil Amri

Sekarang kita kembali pada tafsiran yang benar dari ayat di atas, yakni

penafsiran ayat itu oleh Ahlulbait. Imam Ja’far Shadiq mengatakan bahwa ayat ini

diturunkan berkenaan dengan Ali, Hasan dan Husain salam atas mereka semua. Setelah

mendengarkan penafsiran ini, seseorang bertanya kepada Imam, “Orang-orang

bertanya, mengapa Allah tidak menyebutkan nama Ali dan keluarganya dalam kitab-

Nya?”

Imam menjawab, “Katakan kepada mereka bahwa telah turun perintah salat,

namun Allah tidak menyebutkan apakah tiga ataukah empat rakaat. Rasulullah-lah yang

menjelaskan segala rinciannya. Dan (perintah membayar) zakat diturunkan, namun

Allah tidak mengatakan bahwa ia merupakan dalam setiap empat puluh dirham adalah

Rasulullah yang menjabarkannya, dan haji (berziarah ke Mekkah) diperintahkan namun

Allah tidak mengatakan cara melakukan thazvaf (mengelilingi Ka’bah) tujuh kali

adalah Rasulullah yang menguraikan. Demikian pula ayat yang diturunkan berikut,

Taatilah Allah dan taatilah Rasul dan orang-orang yang diberi otoritas di antara kalia

dan itu diturunkan sekaitan dengan Ali, Hasan dan Husain (yang merupakan para imam

yang sezaman dengan Nabi).”

Adalah sangat jelas bahwa sekiranya Allah SWT menyebutkan nama Imam Ali

dalam Quran secara eksplisit, niscaya orang-orang yang memikul gunung kebencian

terhadapnya berusaha untuk mengubah Quran. Jadi, ini merupkan kelembutan Allah

SWT dimana Dia menaati semua cabang ilmu agama dalam Quran untuk dipahami

hanya oleh prosesor-prosesor dari minda pemahaman. Dengan cara ini, Allah SWT

memelihara Quran secara sempurna.

Tentang penafsiran ayat 59 Surah an-Nisa dimana Allah SWT wcmerintahkan

kita untuk menaati Ulil Amri, Khazzaz dalam Kifayat al-Atsar-Nya, mencantumkan

sebuah hadis berdasarkan otoritas sahabat Nabi SAW yang tersohor, Jabir bin Abdillah

Anshari. Ketika ayat tersebut (an-Nisa : 59) diturunkan, Jabir bertanya kepada Nabi

SAW, “Kami tahu Allah dan Nabi, namun siapakah mereka yang diberi otoritas yang

ketaatannya nlah digabungkan dengan ketaatan kepada Allah dan dirimu sendiri?” Nabi

SAW berkata, “Mereka para khalifahku dan imam bagi kaum Muslim sepeninggalku.

Yang pertama dari mereka adalah Ali, kemudian Hasan hin Ali, kemudian Husain bin

Ali, kemudian Ali bin Husain, kemudian Muhammad bin Ali yang telah disebut al-

Baqir dalam Taurat (Perjanjian Iama). Wahai Jabir! Engkau akan menemuinya. Apabila

engkau menemuinya, sampaikanlah salamku kepadanya! Ia akan digantikan

(kedudukannya) oleh putranya, Jafar Shadiq, kemudian Musa bin Jafar, kemudian Ali

bin Musa, kemudian Muhammad bin Ali, kemudian Ali bin Muhammad, Hasan bin Ali.

Ia akan disusul oleh putranya, yang nama dan julukannya akan berada sama dengan

julukanku. Dialah Bukti Allah (hujjatullah) di muka bumi dan orang yang dibakakan

oleh Allah (Baqiyatullah) untuk memelihara akar keimanan di antara manusia. Dia

akan menaklukkan seluruh dunia dari timur hingga barat. Sedemikian lama ia akan

menghilang dari pandangan para pengikut dan sahabatnya sehingga keyakinan akan

kepemimpinannya hanya akan bersemayam di hati-hati orang-orang yang telah diuji

keimanannya oleh Allah.”

Jabir bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah para pengikutnya akan mendapatkan

faedah dari kegaibannya?” Nabi SAW menjawab, “Benar! Demi Dia yang mengutusku

dengan keNabian! Mereka akan diberi petunjuk dengan cahayanya, dan mendapatkan

manfaat dari kepemimpinannya wlama kegaibannya, sebagaimana manusia

mendapatkan manfaat dari kepemimpinannya selama kagaibannya, sebagaimana

manusia mendapatkan manfaat dari di balik awan. Wahai Jabir, inilali rahasia Allah

yang tersembunyi dan khazanah pengetahuan Allah. Maka jagalah ia kecuali dari

orang-orang yang berhak untuk menerimanya!”

Sekarang kita mafhum siapakah’orang-orang yang diberi otoritas’. Ia

merupakan bukti bahwa persoalan menaati para penguasa yang tiran dan zalim tidak

muncul sama sekali. Dengan ayat di atas (dalam tafsiran Imam Ja’far tadi) kaum

Muslim tidak perlu menaati para penguasa yang zalim, tiranik, jahil, egois, dan

tenggelam dalam hawa nafsu. Sesungguhnya, mereka (kaum Muslim) diperintahkan

untuk menaati dua belas imam yang ditentukan, yang mereka semua itu maksum dan

bebas dari pemikiran dan perbuatan buruk. Menaati mereka tidak punya resiko apapun.

Bahkan, ketaatan kepada mereka menjaga dari semua resiko; karena mereka tidak akan

pernah memberikan sebuah perintah yang berlawanan dengan titah Allah SWT dan

akan memperlakukan semua manusia dengan cinta, keadilan, dan persamaan.

Leave a Reply

Silahkan masukkan komentar anda...!!!