LASKAR HAIDAR

Your description goes here

  • RSS
  • Delicious
  • Facebook
  • Twitter

Popular Posts

Hello world!
Righteous Kill
Quisque sed felis

بسم الله الرحمن الرحيم

و الصلاة و السلام على محمد و آل محمد

السلام عليكم و رحمة الله تعالى و بركاته



اَعْظَمَ اللهُ اُجُورَنابِمُصابِنا بِالْحُسَيْنِ عَلَيْهِ السَّلامُ

وَجَعَلَنا وَاِيّاكُمْ مِنَ الطّالِبينَ بِثارِهِ مَعَ وَلِيِّهِ الاِْمامِ الْمَهْدِيِّ

مِنْ آلِ مُحَمَّدعَلَيْهِمُ السَّلامُ









Laa fataa illa 'ali laa saif illaa dzulfiqaar

About Me

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia

Blog Archive

Thumbnail Recent Post

Total Tayangan Halaman




Daftar Blog Saya

Entri Populer

Righteous Kill

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Quisque sed felis

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Etiam augue pede, molestie eget.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Hellgate is back

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit ...

Post with links

This is the web2feel wordpress theme demo site. You have come here from our home page. Explore the Theme preview and inorder to RETURN to the web2feel home page CLICK ...


السَّلاَمُ عَلَى الْحُسَيْنِ وَ عَلَى عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ وَ عَلَى أَوْلاَدِ الْحُسَيْنِ وَ عَلَى أَصْحَابِ الْحُسَيْنِ




Dalam bagian sebelumnya, tiga hadis sahih tentang mantel (hadis al-Kisa)

dilaporkan dalam Shaih Muslim, Shahih Tirmidza dan Mustadrak Hakim. Dalam tiga

hadis ini, tiga orang istri Nabi (Aisyah, Ummu Salamah dan Shafiyah) menegaskan

bahwa Nabi Muhammad SAW mencirikan bahwa Ahlulbait beliau adalah terbatas pada

putri beliau Fathimah, Ali, dan kedua anak mereka Hasan dan Husain. Juga menurut

kutipan tersebut di atas, kalimat pensucian yang ada di alam Quran Surat al-Ahzab ayat

33 diturunkan berkenaan dengan keutamaan mereka dan bukan untuk istri-istri Nabi

Muhammad SAW. Kini, mari kita lihat apa yang biasa dilakukan oleh Rasulullah SAW

setelah turunnya ayat tersebut.

Kebiasaan Nabi Setelah Turunnya Ayat Pensucian

Anas bin Malik meriwayatkan, “Sejak turun ayat ‘Sesungguhnya Allah

berkehendak... (kalimat terakhir al-Ahzab ayat 33)’ dan selama enam bulan sesudah itu,

Rasulullah SAW biasa berdiri di pintu rumah Fathimah dan berkata, ‘Waktunya untuk

salat, wahai Ahlulbait! Sungguh Allah berkehendak untuk menghilangkan segala yang

dibenci dari kalian dan menjadikan kalian suci dan tak ternoda.”26

Abu Hurairah meriwayatkan, “Rasulullah selama sembilan bulan di Madinah

terus menerus mendatangi pintu Ali pada setiap salat subuh, meletakkan kedua tangan

beliau di kedua sisi pintu dan berseru, “Ash-shalah! Ash-shalah’ Sungguh Allah akan

menghindarkan segala kekotoran dari kalian, wahai Ahlulbait Muhammad, dan akan

menjadikan kalian suci dan tak ternoda.”27

Ibnu Abbas meriwayatkan, “Kami menyaksikan Rasulullah selama sembilan

bulan mendatangi pintu rumah Ali bin Abi Thalib, pada setiap waktu salat dan berkata,

‘Assalamu‘alaikum wa Rahmatullahi Ahlulbait! Sungguh hanyalah Allah berkehendak

menghilangkan segala kejahatan dari kalian, Ahlulbait, dan mensucikan kalian sesuci-

sucinya.’ Beliau melakukan hal ini tujuh kali setiap hari.”28

Dalam kitab Majma az-Zawa’id dan Tafsir-nya Suyuthi, telah dikutip dari Abu

Said Khudri dengan variasi kalimat sebagai berikut :

Selama tujuh puluh hari Nabi Suci SAW mendekati rumah Fathimah

Zahra setiap pagi dari biasa berkata, “Kedamaian atas kalian wahai

Ahlulbait! Waktu shalat telah tiba.” Dan setelah itu beliau biasa membaca,

“Wahai Ahlulbait Nabi...” dan kemudian berkata, “Aku berperang dengan

siapa yang memerangi kalian dan aku berdamai dengan siapa yang

berdamai dengan kalian!”29

Orang-orang yang bersaksi bahwa ayat pensucian (al-Ahzab : 33) berkenaan

dengan keutamaan Keluarga Suci (Ahlulbait) yaitu:

Hasan bin Ali bin Abi Thalib

Hakim dalam hubungannya dengan prestasi-prestasi Hasan dan Haitsami telah

meriwayatkan bahwa Hasan telah berdiri di depan orang-orang setelah syahidnya

ayahnya, Ali bin Abi Thalib, dan berkata selama pidatonya;

“Wahai orang-orang! Siapa yang mengetahui aku mengenaliku, dan siapa yang

tidak mengenaliku harus mengetahui bahwa akulah Hasan bin Abi Thalib. Aku putra

Nabi Suci dan Washi-nya. Akulah putra dari orang yang mengajak orang-orang menuju

Allah dan memperingatkan mereka akan siksaan api neraka-Nya. Akulah putra dari

‘Suluh Yang Menerangi’ (sirajan munira). Aku adalah anggota dari keluarga yang

Jibril biasa turun ke dalamnya dan naik lagi menuju langit. Aku anggota keluarga yang

Allah telah mencegah segala kekotoran dari mereka dan menjadikan mereka suci.30

Telah diriwayatkan dalam Majma’ az-Zawa’id dan Tafsir Ibnu Katsir, bahwa;

Setelah kesyahidan ayahnya dan saat menduduki kekhalifahan, suatu hari

ketika Hasan sedang menjalankan shalat, seseorang menyerangnya dan

menikamkan sebilah pedang di pahanya. Dia tetap berada di tempat tidur

selama beberapa bulan. Setelah sembuh, dia memberikan khutbah dan

mengatakan, “Wahai orang Irak! Demi Allah, Kami adalah Amir kalian,

tamu kalian dan termasuk salah seorang anggota keluarga yang Allah

Yang Maha Besar telah berfirman, ...Wahai Ahlulbait Nabi...! Hasan

membahas masalah ini panjang lebar sehingga orang-orang yang ada di

mesjid mulai menangis.31

Ummul Mukminin,Ummu Salamah

Dalam kitab Musykil al-Atsar, Tahawi telah mengutip Umrah Hamdaniah

mengatakan;

“Aku pergi ke Ummu Salamah dan menyapanya. Dia bertanya,

‘Siapakah kamu?’ Aku menjawab, ‘Saya Umrah Hamdaniah.’ Umrah

kemudian melanjutkan ceritanya. Lalu aku berkata, ‘Wahai Ummul

Mukminin! Katakanlah sesuatu tentang orang yang telah terbunuh di

antara kita hari ini. Sekelompok orang menyukainya dan sekelompok

yang lain bermusuhan dengannya!” (yang dia maksud adalah Ali bin

Abi Thalib). Ummu Salamah berkata, ‘Apakah kamu termasuk yang

menyukainya atau yang memusuhinya?’ Aku menjawab, Aku tidak

menyukainya dan tidak pula memusuhinya.’ (Di sini cerita kacau, dan

setelah itu) Ummu Salamah mulai bercerita tentang turunnya ayat

tathhir dan pada sisi ini mengatakan, ‘Allah menurunkan ayat ...Wahai

Ahlulbait Nabi.. tidak ada seorangpun dalam kamar saat itu kecuali

Jibril, Nabi suci, Ali, Fathimah, Hasan dan Husain. Aku berkata,

‘Wahai Nabi Allah! Apakah aku juga termasuk Ahlulbait?’ Beliau

menjawab, ‘Allah akan memberimu pahala dan membalas jasamu.’

Aku berharap bahwa beliau akan mengatakan “Ya” dan itu akan

merupakan jawaban yang sangat lebih berharga dibandingkan dengan

apa pun di dunia ini.”32

Ahmad dalam Musnad-nya, Thabari dalam Tafsir-nya dan Tahawi dalam

Musykil al-Atsar telah mengutip Syahru bin Hausyab sebagai mengatakan:

Ketika berita kesyahidan Husain sampai di Madinah, saya mendengar

Ummu Salamah berkata, “Mereka telah membunuh Husain. Aku sendiri

telah menyaksikan bahwa Nabi Suci membentangkan mantel Khabari

beliau kepada mereka dan mengatakan, ‘Ya Allah! Inilah anggota

keluargaku! Singkirkanlah dari mereka segala kekotoran dan jadikanlah

mereka bersih dan suci!’’33

Ibnu Abbas

Ahmad, Nasa’i, Muhibuddin, dan Haitsami telah melaporkan (kata-kata

diambil dari Musnad Ahmad) bahwa Amru bin Maimun berkata;

“Aku bersama Ibnu Abbas ketika 9 orang datang kepadanya dan

mengatakan, ‘Ibnu Abbas, keluarlah bersama kami, atau biarkanlah

kami sendiri!’ Dia menjawab, ‘Aku akan keluar bersama kalian’ Pada

hari-hari itu mata Ibnu Abbas baik-baik saja dan dia dapat melihat.

Mereka terlibat dalam percakapan, dan saya tidak memperhatikan apa

yang mereka bicarakan. Setelah beberapa saat Ibnu Abbas kembali

kepada kita. Dia kemudian mengibaskan pakaiannya seraya berkata,

‘Celakalah mereka! Mereka berbicara tentang seorang yang menikmati

sepuluh keunggulan’ (Kemudian Ibnu Abbas merinci keutamaan Ali

hingga dia berkata), ‘Nabi Suci mengembangkan mantel beliau di atas

Ali, Hasan dan Husain dan bersabda, “Wahai Ahlulbait Nabi! Allah

berkehendak untuk menjaga kalian dari segala jenis kekotoran dan cela,

dan akan mensucikan kalian sesuci-sucinya.”“34

Sa’ad bin Abi Waqqash

Dalam al-Khasyaisy, Nasa’i telah mengutip Amir bin Sa’d bin Abi vaqqash

yang bercerita bahwa Muawiyah telah berkata kepada Sa’d bin Abi Waqqash;

“Mengapa kamu menolak untuk mencaci Abu Turab?” Sa’d menjawab,

“Aku tidak akan mencaci Ali karena tiga sifatnya yang aku dengar dari

Nabi Suci. Jika satu saja dari ketiganya ada padaku, itu jauh lebih

berharga bagiku ketimbang barang apa pun di dunia ini. Aku

mendengar dari Nabi Suci ketika beliau meninggalkan Ali untuk

melakukan peperangan, bersama-sama perempuan dan anak-anak

sebagai wakil beliau di Madinah. Ali bertanya, ‘Akankah anda

meninggalkanku bersama-sama dengan perempuan dan anak-anak di

Madinah?’ Nabi Suci menjawab, ‘Tidak sukakah kamu bahwa

kedudukanmu di sisiku seperti halnya kedudukan Harun di sisi Musa?’

Pada hari penentuan Khaibar, juga, aku mendengar Nabi Suci berkata,

‘Besok, aku akan serahkan panji-panji (tentara) kepada seseorang yang mencintai

Allah dan Rasul-Nya, dan Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya’. Semua orang di

antara kita sangat ingin dianugerahi dan dipilih oleh pernyataan itu, dan berharap

panji-panji itu akan ada di tangan kita. Sementara itu Nabi Suci berkata, ‘Bawalah Ali

ke hadapanku!’ Maka Ali datang dan matanya sedang sakit. Nabi Suci kemudian

menorehkan ludah beliau ke mata Ali dan memberikan panji-panji ke tangannya.

Pada kesempatan lain, ketika ayat tathhir diturunkan, Nabi Suci memanggil

Ali, Fathimah, Hasan dan Husain ke dekat beliau dan berkata, ‘Ya Allah! Inilah

Ahlulbaitku.”35

Thabari, Ibnu Katsir, Hakim dan Tahawi juga telah mengutip Sa’d bin Abi

Waqqash bahwa pada saat turunnya ayat ini, Nabi Suci memanggil Ali bersama-sama

dengan kedua putranya dan Fathimah dan mengerudungi mereka di bawah mantel

beliau dan berkata, “Ya Allah! Inilah anggota keluargaku.”36

Abu Said Khudri

Diriwayatkan bahwa Abu Said Khudri berkata,

“Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, Ayat ini telah diturunkan tentang

lima orang yaitu aku sendiri, Ali, Hasan, Husain dan Fathimah”.37

Watsilah bin Asqa’

Mengenai ayat 33 Surah al-Ahzab, Thabari meriwayatkan bahwa Abu Ammar

mengatakan;

“Aku sedang duduk-duduk dengan Watsilah bin Asqa ketika sebuah

diskusi tentang Ali terjadi, dan orang-orang memakimakinya. Ketika

kejadian tersebut hampir berakhir, dia mengatakan kepadaku, ‘Tetaplah

duduk hingga aku dapat bercakap-cakap denganmu tentang orang yang

telah mereka maki-maki tersebut. Aku sedang bersama Nabi Suci ketika

Ali, Fathimah, Hasan dan Husain mendekati beliau dan Nabi Suci

membentangkan mantel beliau ke atas mereka dan berkata, “Ya Allah!

Inilah Ahlulbaitku. Hindarkanlah dari mereka setiap kekotoran dan

jadikanlah mereka bersih dan suci”38

Ibnu Atsir juga telah mengutip Syaddad bin Abdillah berkata;

“Saya telah mendengar dari Watsilah bin Asqa bahwa ketika kepala

Husain dibawa, salah satu orang Suriah memaki Husain dan ayahnya,

maka Watsilah berdiri dan berkata, Aku bersumpah demi Allah bahwa

sejak aku mendengar Nabi Suci berkata tentang mereka, “Wahai Ahlulbait

Nabi! Allah bermaksud hendak mensucikanmu dari kekotoran dan cela,

dan hendak mensucikanmu sesuci-sucinya,” aku selalu mencintai Ali,

Fathimah, Hasan dan Husain.”‘39

Ali bin Husain,Zainal Abidin

Thabari, Ibnu Katsir dan Suyuthi dalam tafsir mereka menyatakan; Ali bin

Husain telah berkata kepada seorang Suriah, Pernahkah kamu membaca

ayat ini dalam Surah al-Ahzab, Wahai Ahlulbait Allah hendak

menghilangkan segala kekotoran dari kamu dan akan mensucikan kamu

dengan sesuci-sucinya?’ Orang Suriah tersebut berkata, ‘Apakah ayat ini

berkenaan dengan kalian?’ Imam menjawab, ‘Ya, ayat itu berkenaan

dengan kami”. 40

Kharazmi telah mengutip kalimat berikut ini dalam kitabnya Maqtal:

Ketika Zainal Abidin dan tawanan-tawanan lain yang berasal dari

Keluarga Nabi Suci SAW dibawa ke Damaskus setelah syahidnya Husain

cucu Nabi Suci, dan ditempatkan di sebuah penjara yang terletak di

sebelah Mesjid Besar Damaskus, seorang lelaki tua mendekati mereka dan

berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah membunuh kalian dan

membinasakan kalian dan memusnahkan laki-laki kalian SAW

memberikan kekuasaan kepada amirul mukminin (Yazid) atas diri kalian.”

Ali bin Husain berkata, “Hai orang tua! Pernahkah kamu membaca Quran

yang suci?” Orang itu menjawab, “Ya!” Kemudian Imam berkata,

“Pernahkah kamu membaca ayat Katakanlah Hai Muhammad! Aku tidak

meminta upah apa pun kepada kalian atas misiku kecuali kecintaan

kepada keluargaku (al-qurbaa)?” Orang tua itu berkata, “Ya, saya pernah

membacanya!”

Imam berkata, “Pernahkah kamu membaca ayat Maka berikanlah apa yang

pantas bagi keluarga terdekat, fakir miskin dan para pejalan dan ayat

Ketahuilah bahwa apa saja (pendapatan) yang kamu peroleh maka

seperlimanya adalah untuk Allah, Rasul, keluarga terdekat dan fakir

miskin, jika kamu beriman kepada Allah dan apa yang Kami wahyukan

kepada hamba Kami dalam al-Quran?” Orang tua itu menjawab, “Ya,

saya pernah membacanya!”

Imam berkata, “Aku bersumpah demi Allah bahwa kata `keluarga

terdekat’ merujuk kepada kami, dan ayat-ayat tersebut diturunkan

berkenaan dengan kami. (Imam menambahkan), “Dan pernahkah juga kamu

membaca ayat ini dalam Quran dimana Allah berfirman, Wahai Ahlulbait...

(33:33)?” Orang tua itu berkata, “Ya, saya telah membacanya!” Imam

berkata, “Apa yang dimaksud dengan Ahlulbait Nabi? Kamilah yang telah

dihubungkan oleh Allah secara khusus dengan ayat tathhir!”

Orang tua itu berlanya, “Saya bertanya kepadamu, demi Allah, apakah

kamu keluarga yang sama?” Imam menjawab, “Aku bersumpah demi

kakekku Nabi Allah bahwa kamilah orang yang sama!” Orang tua itu

tertegun dan menunjukkan penyesalan atas apa yang telah dia katakan.

Kemudian dia mengangkat kepalanya menuju langit dan berkata, “Ya Allah,

aku mohon ampun atas apa yang telah aku katakan, dan meninggalkan

permusuhan dengan keluarga ini dan membenci musuh-musuh keturunan

Muhammad!”41

Peristiwa Mubahalah

Peristiwa berikut ini dihubungkan dengan kejadian Mubahalah, yang berarti

kutukan, atau memohon kutukan/laknat Allah ditimpakan kepada pendusta, yang terjadi

pada tahun ke 9-10 Hijriah. Dalam tahun itu sebuah delegasi yang terdiri atas 14 pendeta

Kristen datang dari Najran untuk menemui Nabi Muhammad SAW.

Ketika mereka bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, mereka menanyakan

pendapat beliau tentang Yesus. Rasulullah SAW berkata, “Kalian bisa beristirahat hari ini

dan kalian akan mendapatkan jawabannya setelah itu.” Pada keesokan harinya, 3 ayat

Quran (Ali lmran : 59-61) tentang Yesus di wahyukan kepada Nabi Muhammad SAW.

Ketika orang-orang Kristen itu tidak menerima kata-kata Allah, Nabi Muhammad SAW

lalu membacakan kalimat terakhir dari ayat-ayat tersebut;

“Maka siapa yang membantahmu tentang masalah ini sesudah datang

kepadamu ilmu, maka katakanlah, “Marilah kita memanggil anak-anak

kami dan anak-anak kalian, perempuan-perempuan kami dan

perempuan-perempuan kalian, diri-diri kami dan diri-diri kalian!

Kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita mohon

agar laknat Allah ditimpakan kepada para pendusta!”

(QS. Ali Imran: 61).

Dalam kejadian ini, Nabi Muhammad SAW menantang orang-orang Kristen.

Pada hari berikutnya pendeta-pendeta Kristen tersebut keluar dari salah satu sisi tanah

lapang. Juga pada sisi yang lain, Nabi Muhammad SAW keluar dari rumah beliau

dengan menggendong Husain di lengan beliau dan Hasan berjalan bersama beliau

dengan tangannya dipegang oleh beliau. Di belakang beliau adalah Fathimah Zahra, dan

di belakang lagi adalah Ali. Ketika orang-orang Kristen itu melihat lima jiwa yang suci

tersebut, dan betapa kukuhnya pendirian Nabi Muhammad SAW untuk membawa

orang-orang terdekat beliau dalam menanggung resiko mubahalah itu, mereka merasa

takjub SAW mengundurkan diri dari mubahalah yang telah disepakati tersebut dan

tunduk kepada sebuah perjanjian dengan Nabi Muhammad SAW.

Suyuthi, seorang ulama besar Sunni, menulis;

“Dalam ayat di atas (3:61), menurut apa yang dikatakan oleh Jabir bin

Abdillah Anshari, kata ‘anak-anak’ merujuk kepada Hasan dan Husain,

kata ‘perempuan-perempuan’ merujuk kepada Fathimah, dan kata ‘diri-

diri kami’ merujuk kepada Nabi dan Ali, Ali dianggap sebagai ‘diri’

Nabi.42

Konsekuensinya, sebagaimana adalah melanggar hukum untuk berusaha

:mengungguli Nabi Muhammad SAW, demikian pula adalah melanggar hukum untuk

menggantikan Ali (yang menurut kata-kata Allah adalah’diri’ Nabi). Siapapun yang

menganggap telah menggantikan Ali berarti telah menggantikan Nabi. Ini merupakan

satu lagi ayat Quran yang membuktikan kebenaran hak Imam Ali sebagai penerus

langsung Nabi Muhammad SAW.

Muslim dan Tirmidzi memberikan konfirmasi atas peristiwa tersebut di atas,

dan mencatat hadis berikut ini dalam kitab Shahih mereka. Diriwayatkan oleh Sa’d bin

Abi Waqqash,

“....dan ketika Ali Imran ayat 61 diturunkan, Nabi Muhammad SAW memanggil

Ali, Fathimah, Hasan dan Husain. Kemudian Nabi berkata, ‘Ya Allah! Inilah

anggota keluargaku (Ahlii).”43

Titik simpul di sini adalah bahwa Rasulullah SAW tidak membawa serta seorang

pun dari istri-istri beliau ke lapangan tempat mubahalah berlangsung, dan menurut hadis

di atas, beliau menggunakan kata Ahl (famili) hanya bagi orang-orang tersebut di atas

(yakni Ali, Fathimah, Hasan danHusain).

Perhatikan bahwa dalam Ali Imran ayat 61 ini Allah SWT menggunakan bentuk

jamak ‘perempuan-perempuan’ dengan perkataan ‘Marilah kita memanggil

perempuan-perempuan kami’, tetapi Nabi Muhammad SAW hanya membawa seorang

perempuan, yakni Fathimah. Seandainya ada lebih dari satu orang dalam Ahlulbait,

maka Nabi Muhammad SAW tentu sudah diminta oleh ayat ini untuk membawa serta

mereka. Tetapi, karena tidak ada perempuan lain dalam Ahlulbait, maka beliau hanya

membawa Fathimah.

Lagi pula, Nabi Muhammad SAW dalam peristiwa itu menyebutkan secara

eksplisit siapa Ahlulbait, dan membacakan namanya satu persatu. Muslim, Tirmidzi,

Hakim dan ulama-ulama Sunni lainnya telah mencatat hal itu dan menegaskan

kesahihannya. Tidak ada disebut satu pun istri beliau dalam laporan-laporan tersebut.

Beberapa ulama Sunni telah meriwayatkan bahwa pada hari perundingan untuk

menunjuk pemegang kekuasaan setelah wafatnya Umar, Ali berdebat dengan anggota-

anggota syura dan mengingatkan mereka akan haknya atas kekhalifahan, dan salah satu

argumentasinya adalah Peristiwa Mubahalah.

Pada hari perundingan, Ali berdebat dengan anggota-anggota komite dengan

mengatakan,

“Aku meminta kesaksian kalian atas nama Allah, adakah seorang pun di antara

kalian yang lebih dekat hubungannya dengan Rasulullah dibandingkan aku? Adakah laki-

laki lain yang Nabi menganggapnya ‘jiwa beliau (sendiri), dan bahwa beliau menganggap

anak-anaknya adalah ‘anak-anak beliau (sendiri), dan perempuannya adalah ‘perempuan

beliau’?” Mereka menjawat` “Tidak, demi Allah!”44

Diriwayatkan juga bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sungguh, Allah

yang memiliki Keagungan dan Kekuasaan telah meletakkan keturunan tiap Nabi dari

tulang sulbi mereka, dan Dia Yang Maha tinggi telah meletakkan keturunanku di

tulang sulbi Ali bin Abi Thalib.”45

Diriwayatkan juga bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Aku dan Ali berasal

dari pohon yang sama, sedangkan orang-orang yang lain berasal dari pohon yang

berbeda.”46

Dalam kitab tafsir Sunni yang lain, diriwayatkan dari Abdullah bin t mar

bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“Jika saja ada jiwa-jiwa lain di seluruh bumi yang lebih baik dari Ali,

Fathimah, Hasan dan Husain, Allah tentu sudah memerintahkanku untuk membawa

serta mereka bersama-samaku pada Mubahalah. Tetapi, karena mereka adalah yang

paling utama di antara seluruh manusia dalam hal keutamaan (martabat) dan

kehormatan, Allah telah membatasi pilihan-Nya kepada mereka saja yang ikut serta

dalam Mubahalah.47

Peristiwa Mubahalah antara Nabi Muhammad SAW dan orang-orang kristen

ini memberikan signifikansi dalam berbagai aspek, di antaranya:

1). Bukti ini menjadi sebuah pelajaran bagi seluruh orang Kristen yang ada di

Semenanjung Arabia yang tidak berani lagi bermusuhan dengan Nabi Muhammad

SAW,

2). Undangan untuk mubahalah (maknanya secara harfiah adalah saling mengutuk)

diatur langsung oleh Allah SWT dan dalam rangka memenuhi perintah-Nya lah

Nabi Muhammad SAW bersama sama Ahlulbait beliau datang ke lapangan tempat

mubahalah. Ini menunjukkan bahwa urusan-urusan yang berkaitan dengan

keNabian dan Islam ditetapkan langsung oleh Kehendak Allah,

3). Tanpa mengizinkan adanya pengaruh luar apapun dari orang kebanyakan

(ummah). Masalah kepenggantian (ke-washi-an) Ali setelah Nabi Muhammad

SAW harus dipandang serupa,

4) Tidak diragukan lagi bahwa Ali, Fathimah, Hasan dan Husain pasti mengikuti

ajaran-ajaran Nabi Muhammad SAW,

5) Meskipun masih kanak-kanak, Hasan dan Husain tetap bertindak sebagai ‘dua

rekan’ Nabi Muhammad SAW yang aktif dalam mubahalah. Ini menunjukkan

bahwa usia bukanlah kriteria bagi kebesaran jiwa - jiwa maksum tersebut;

6) Bahwa tindakan pengutamaan oleh Nabi tersebut jelas meninggikan status mereka

(Ahlulbait) di atas orang-orang selain mereka,

7) Hadis-hadis dari Nabi Muhammad SAW yang berhubungan dengan peristiwa ini

jangan jelas menunjukkan siapakah Ahlulbait itu,

8) Ali telah disebutkan sebagai ‘diri’ Nabi Muhammad SAW sesuai dengan wahyu

Allah, dan Ali secara de facto memang lebih unggul dibandingkan dengan yang

lain sehubungan dengan kekhalifahan.




26. Referensi Sunni: Shaih-Turmudzi, jilid 72, ha1.85; Musnad Ahrnad Ibn Hanbal,

jilid 3, hal. 258; al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, ha1.158 yang menulis bahwa

hadis ini shahih sesuai dengan kriteria Bukhari dan Muslim (tapi keduanya tidak

melaporkan); Tafsir al-Durr al-Manfsur, Suyuthi, jilid 5, hal. 197, 199; Tafsir,

Ibnu Jarir Thabari, jilid 22, hal. 5,6 (mengatakan ‘selama tujuh bulan’); Tafsir,

Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 483; Musnad, Tialasi, jilid 8, hal. 274; Usd al-Ghabah,

Ibnu Atsir, jilid 5, hal. 146.

27. Referensi Sunni: Tafsir al-Durr al-Mantsur, Suyuthi, jilid 5, hal. 198,199;

Tafsir, Ibnu Jarir Thabari, jilid 22, hal. 6; Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 483;

Dhakha’ir al-Llqbah oleh Muhibuddin Thabari, hal. 24 dari otoritas Anas bin

Malik; Isti’ab oleh Ibnu Abdul Qarr, jilid 5, hal. 637; Usd al-Ghabah oleh Ibnu

Atsir, jilid 5, hal. 146; mazma az’Zawa’id oleh Haitsami, jilid 9, hal. 121, 168;

musykil al-Atsar oleh Tahawi, hal. 338. 28. Referensi Sunni: al-Durr al-

Mantsur, oleh Hafizh Suyuthi, jilid 5, hal. 198.

29. Referensi Sunni: Tafsir al-Durr al-Mantsur, oleh Hafizh Suyuthi, jilid 5, hal.

199; Majma’ az-Zama’id oleh Haitsami, jilid 9, hal. 121, 168.

30. Referensi Sunni: al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 172; Majma’ azZawdid,

Haitsami, jilid 9, hal. 172.

31. Referensi Sunni: Majrna’ az-Zawa’id, Haitsami, jilid 9, hal. 172; Tafsir, Ibnu

Katsir, jilid 3, hal. 486; Riwayat ini juga telah dilaporkan oleh Tabarani dan

yang lainnya.

32. Referensi Sunni: Musykil al-Atsar-, Tahawi, jilid 1, ha1. 336.

33. Referensi Sunni: Musnad, Ahmad bin Hanbal, jilid 6, hal. 298; Tafsir alKabir,

Ibnu Jarir Thabari, jilid 22, hal. 6; Musykil al-Atsar, oleh Tahawi, jilid l, hal.

335.

34. Referensi Sunni: Musnad, Ahmad bin Hanbal, jilid 1, hal. 331 (edisi pertama);

Musnad, Ahmad bin Hanbal, jilid 5 hadis ke 3062 (edisi kedua); al-Khasyaisy,

Nasa’i, hal. 11; ar-Riyadh an-Nadhirah, Mulubuddin Thabari, jilid 2, hal. 269;

majma az-Zawa’id, Haitsami, jilid 9, hal. 119.

35. Referensi Sunni: al-Khasyaisy, Nasa’i, hal. 4; Cerita yang hampir sama dapat

dibaca pada shahih Muslim, versi ini laris, bab CMXCVI (keutamaan Ali), hal.

1284, hadis ke 5.916.

36. Referensi Sunni: Tafsir al-Kabir, Ibnu Jarir Thabari, jilid 22, hat. 7; Tafsir, Ibnu

Katsir, jilid 3, hal. 485; al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 147; Musykil al-Atsar

oleh Tahawi, jilid 1, hal. 336; jilid 2, hal. 33; Tarikh Thabari, versi Arab, jilid 5,

hal. 31.

37. Referensi Sunni: Tafsir, Ibnu Jarir Thabari, jilid 22, hal. 5, tentang ayat 33:33;

Dhakha’ir al-Uqbah, Muhibuddin Thabari, hal. 24; ash-Shawa’iq al-Muhriqah,

Ibnu Hajar, bab 11, bagian l, hal. 221;11-lajma’ az-Zawa’id, Haitsami.

38. Referensi Sunni: Tafsir al-Kabir oleh Ibnu Jarir Thabari, jilid 22, hal. 6; al-

Mustadrak, Hakim, jilid 2, hal. 416; jilid 3, hal. 417; Musnad, Ahmad bin Hanbal,

jilid 6, hal. 107; Majma’az-Zarca’id, Haitsami, jilid 9, ha1.167; Musykil al-Atsar,

Tahawi, jilid l, ha1.346; Sunan, Baihaqi, jilid 2, ha1.152.

39. Referensi Sunni:Usd (71-Ghabnh, Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 20.

40. Referensi Sunni: Tafsir al-Kabir, Ibnu Jarir Thabari, jilid 22, hal. 7; Tafsir, Ibnu

Katsir, jilid 3, hal. 486; Tafsir al-Durr al-Mantsur, Hafizh Suyuthi, jilid 5, hal.

199.

41. Referensi Sunni: Maqtal Husain, Khatib Kharazmi.

42. Referensi Sunni: al-Durr al-Mantsur, Hafizh Jalaluddin Suyuthi, jilid 2, hal. 38.

43. Referensi Sunni: Shahih Muslinr, bab Keutamaan Sahabat, bagian keutamaan Ali,

edisi 1980, terbitan Arab Saudi, versi Arabi, jilid 4, hal. 1871, akhir dari hadis ke

32; Shahih at-Turmudzi, jilid 5, hal. 654; al-Mustadrak, Hakim, jilid 3, hal. 150,

yang mengatakan bahwa hadis ini shahih menurut kriteria kedua Syekh (Bukhari

dan Muslim); Dhakha’ir al-Ulqbah, Muhibuddin Thabari, hal. 25.

44. Referensi Sunni: Daruquthni, sebagaimana dikutip oleh Ibnu Hajar Haitsami dalam

ash-Shawa ‘iq al-Muhriqnh, bab 11, bagian ke l, hal. 239.

45. Referensi Sunni: Tabarani; Abul Khair Hakimi, riwayat dari Abbas; ash-

Shawa’iq al-Muhriqah, oleh Ibnu Hajar Haitsami, bab. 11, bagian l, hal. 239;

Kunuz Matalib.

46. Referensi Sunni: ash-Shawa ‘iql al-Muhriqah, Ibnu Hajar Haitsami, bab 9,

bagian 2, hal. 190; Tarikh al-Khulafiaa, oleh Jalaluddin Suyuthi, hal. 171;

Awsath oleh Tabarani, dari Jabir bin Abdillah Anshari.

47. Referensi Sunni: Tafsir, Baidhawi, pada komentar atas ayat 3:61.

Leave a Reply

Silahkan masukkan komentar anda...!!!