LASKAR HAIDAR

Your description goes here

  • RSS
  • Delicious
  • Facebook
  • Twitter

Popular Posts

Hello world!
Righteous Kill
Quisque sed felis

بسم الله الرحمن الرحيم

و الصلاة و السلام على محمد و آل محمد

السلام عليكم و رحمة الله تعالى و بركاته



اَعْظَمَ اللهُ اُجُورَنابِمُصابِنا بِالْحُسَيْنِ عَلَيْهِ السَّلامُ

وَجَعَلَنا وَاِيّاكُمْ مِنَ الطّالِبينَ بِثارِهِ مَعَ وَلِيِّهِ الاِْمامِ الْمَهْدِيِّ

مِنْ آلِ مُحَمَّدعَلَيْهِمُ السَّلامُ









Laa fataa illa 'ali laa saif illaa dzulfiqaar

About Me

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia

Blog Archive

Thumbnail Recent Post

Total Tayangan Halaman




Daftar Blog Saya

Entri Populer

Righteous Kill

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Quisque sed felis

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Etiam augue pede, molestie eget.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Hellgate is back

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit ...

Post with links

This is the web2feel wordpress theme demo site. You have come here from our home page. Explore the Theme preview and inorder to RETURN to the web2feel home page CLICK ...


السَّلاَمُ عَلَى الْحُسَيْنِ وَ عَلَى عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ وَ عَلَى أَوْلاَدِ الْحُسَيْنِ وَ عَلَى أَصْحَابِ الْحُسَيْنِ




Menurut hadis-hadis yang paling sahih dalam koleksi kitab hadis sunni dan

Syi’ah, Ahlulbait (orang-orang anggota keluarga) Nabi adalah sa1ah satu simbol Islam

yang paling berharga setelah kepergian Nabi Muhammad SAW. Terdapat banyak hadis

dalam koleksi kitab hadis di kedua mazhab yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad

SAW telah mengingatkan kita untuk berpegang erat kedua perkara yang berat (ats-

Tsalaqalain), yakni Quran dan Ahlulbait, agar tidak tersesat setelah tiadanya beliau.

Rasulullah SAW juga telah mengabarkan kepada kita bahwa kedua perkara berharga itu

tidak akan berpisah dan selalu akan bersama hingga Hari Perhitungan. Hal ini

mengharuskan kita bahwa dalam memahami penafsiran Quran dan Sunnah Nabi

Muhammad SAW, kita mesti merujuk kepada orang-orang yang telah dilekatkan

kepadanya, yakni Ahlulbait.

Mengetahui siapakah sesungguhnya Ahlulbait, karena itu, menjadi sesuatu yang

sangat vital ketika orang meyakini hadis Nabi di atas maupun hadis-hadis lainnva yang

dengan tegas menyatakan bahwa mengikatkan diri kepada Ahlulbait adalah satu-satunya

jalan keselamatan. Hal ini dengan jelas memberikan implikasi bahwa seseorang yang

mengikuti Ahlulbait yang ‘bukan sebenarnya’ akan tersesat.

Dalam menimbang secara kritis dan pentingnya masalah ini, tidak mengherankan

jika terdapat perbedaan pandangan antara Syi’ah dan Sunni. Dalam kenyataannya, Sunni

tidak memiliki suara yang satu dalam mencirikan Ahlulbait Nabi. Kebanyakan Sunni

berpendapat bahwa Ahlulbait Nabi Muhammad SAW adalah Fathimah Zahra binti

Muhammad SAW; Ali bin Abi Thalib, Hasan bin Ali bin Abi Thalib, Husain bin Ali bin

Abi Thalib, dan istri-istri Nabi Muhammad SAW.

Kelompok Sunni yang lain lebih jauh bahkan memasukkan semua keturunan Nabi

Muhammad SAW ke dalam daftar tersebut!

Kelompok Sunni lainnya malah begitu murah hati dan menyertakan semua

keturunan Abbas (Abbasiah) maupun keturunan Agil dan Ja’far (keduanya saudara Ali

bin Abi Thalib) ke dalam daftar di atas. Namun, mesti dicatat bahwa terdapat ulama-

ulama Sunni terkemuka yang tidak memasukkan istri-istri Nabi Muhammad SAW ke

dalam Ahlulbait Nabi Muhammad SAW. Hal ini bersesuaian dengan pandangan Syi’ah.

Bagi Syi’ah, Ahlulbait Nabi Muhammad SAW hanya terdiri atas individu-

individu berikut ini: Fathimah Zahra, Ali, Hasan, Husain, dan sembilan orang Imam

keturunan Husain. Dan jika dimasukkan Nabi Muhammad SAW ke dalamnya, mereka

akan menjadi empat belas orang. Tentu saja, pada masa hidup Nabi Muhammad SAW

hanya lima orang dari mereka yang hidup, dan sisanya belumlah lahir. Lebih jauh Syi’ah

menegaskan bahwa ke-14 orang ini dilindungi Allah dari segala noda, dan karenanya

layak untuk diikuti di samping Quran (simbol yang berat lainnya), dan hanyalah mereka

yang memiliki pengetahuan sang sempurna tentang penjelasan (tafsir) ayat-ayat Quran.

Dalam diskusi ini, kami akan menjelaskan mengapa Syi ah mengeluarkan istri-

istri Nabi Muhammad SAW dari Ahlulbait, dan juga kami akan mendiskusikan secara

ringkas mengapa Ahlulbait terlindungi (maksum). Kami akan mendasarkan pembuktian

kami atas: Quran, hadis-hadis dari koleksi kitab-kitab hadis sahih Sunni, dan kejadian-

kejadian sejarah.

Bukti dari Quran

Kitab suci Quran menyebutkan Ahlulbait dan keutamaan khusus mereka dalam

ayat berikut ini yang dikenal sebagai ‘Ayat Penyucian’ Sesungguhnya Allah bermaksud

hendak menghilangkan segala kekotoran (rijs) dari kamu, wahai Ahlulbait dan

mensucikanmu sesuci-sucinya. (QS. al-Ahzab: 33)

Perhatikanlah bahwa kata ‘rijs’ dalam ayat di atas mendapatkan awalan al- yang

membuat makna kata tersebut menjadi umum/universal. Jadi ‘ar-Rijs’ bermakna setiap

jenis ketidak murnian/kekotoran. Juga, dalam kalimat terakhir ayat di atas, Allah

menegaskan ‘dan mensucikanmu sesuci-sucinya’. Kata ‘sesuci-sucinya’ merupakan

makna penegasan dari masdar ‘tathhiran’. Inilah satu-satunya ayat dalam Quran di mana

Allah SWT menggunakan penekanan ‘sesuci-sucinya’.

Menurut ayat di atas, Allah SWT mengungkapkan kehendaknya untuk menjaga

agar Ahlulbait tetap suci dan tanpa noda/dosa, dan apa yang dikehendaki Allah SWT

pasti terjadi, sebagaimana yang ditegaskan oleh Quran, Sesungguhnya perkataan Kami

terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, hanya mengatakan ‘Kun (jadilah),’

maka jadilah ia. (QS. an-Nahl : 40)

Memang benar, manusia bisa saja tidak punya dosa, sebab dia tidak dipaksa untuk

melakukan dosa. Adalah pilihan manusia untuk menerima perintah Allah SWT dan

mendapatkan pertolongan-Nya dalam menghindar atau untuk mengabaikan perintah

Allah dan melakukan dosa. Allah adalah Penasehat, Pemberi kabar gembira dan Pemberi

peringatan. yang tanpa dosa, tidak diragukan lagi, adalah tetap manusia. orang meyakini

bahwa untuk menjadi manusia, orang mesti memiliki kesalahan. Pendapat semacam ini

tidak memiliki dasar sama sekali. Yang benar adalah bahwa manusia dapat berbuat dosa,

tetapi dia tidak diharuskan untuk melakukannya.

Adalah merupakan Kelembutan Allah SWT bahwa Dia menarik hamba-hamba-

Nya menuju Dia, tanpa memaksa mereka sama sekali. Inilah pilihan kita untuk mengejar

tarikan tersebut dan menahan diri dari berbuat kesalahan, atau berpaling dan melakukan

kesalahan. Bagaimanapun, Allah SWT telah menjamin untuk menunjukkan jalan lurus’

dan memberikan kehidupan yang suci kepada mereka yang mencarinya.

Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun

perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya Kami akan

memberikan kepadanya kehidupan yang suci (thayyibah) .(QS. an-Nahl :

97)

Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan

menunjukkan baginya jalan keluar. (QS. at-Thalaq : 2)

Bermanfaat kiranya untuk disebutkan bahwa ayat al-Ahzab 33, yang berkaitan

dengan pensucian Ahlulbait, telah diletakkan di tengah-tengah ayat yang berkenaan

dengan istri-istri Nabi Muhammad SAW, dan inilah yang menjadi alasan utama

beberapa orang Sunni yang memasukkan istri-istri Nabi Muhammad SAW ke dalam

Ahlulbait. Namun, kalimat yang berhubungan dengan Ahlulbait (QS. al-Ahzab : 33)

berbeda dengan kalimat-kalimat sebelumnya dan sesudahnya dengan perbedaan yang

amat jelas. Kalimat-kalimat sebelum dan sesudahnya menggunakan hanya kata ganti

perempuan, yang secara jelas ditujukan kepada istri-istri Nabi Muhammad SAW.

Sebaliknya, kalimat di atas menggunakan hanya kata ganti laki-laki, yang dengan jelas

menunjukkan bahwa Quran mengalihkan objek individu-individu yang dirujukinya.

Orang yang akrab dengan Quran pada tingkat tertentu, mengetahui bahwa

pergantian Rujukan yang tajam semacam itu bukanlah hal yang aneh, dan ini telah terjadi

pada berbagai tempat dalam Quran, Wahai Yusuf Berpalinglah dari ini dan mohon

ampunlah (hai istriku) atas dosamu itu, karena kamu (istriku) termasuk orang-orang

yang berbuat salah! (QS.Yusuf : 29).

Dalam ayat di atas, ‘Hai istriku’ tidak disebutkan dan Rujukan kepada Yusuf

tampak tetap berlanjut. Namun, pergantian Rujukan dari laki-laki kepada perempuan

dengan jelas menunjukkan bahwa kalimat yang kedua ditujukan kepada istri Aziz, dan

bukan kepada Nabi Yusuf as. Perhatikan bahwa kedua kalimat itu berada dalam satu

ayat! Catat juga bahwa pergantian Rujukan dari istri Aziz kepada Yusuf, dan kemudian

sekali lagi berganti kepada istri Aziz jalam ayat-ayat sebelum ayat 29 adalah juga dalam

satu kalimat.

Dalam bahasa Arab, ketika sekelompok perempuan adalah yang dituju, maka

digunakan kata ganti perempuan. Namun, jika ada satu laki-laki di antara mereka, maka

digunakan kata ganti laki-laki. Jadi, kalimat Quran di atas dengan jelas menunjukkan

bahwa Allah menunjukannya kepada sekelompok orang yang berbeda dari istri-istri Nabi

Muhammad SAW, sebab menggunakan kata ganti laki-laki, dan bahwa kelompok

tersebut mengandung perempuan.

Jika hanya menyandarkan pada al-Ahzab 33, kita tidak dapat disimpulkan bahwa

istri-istri Nabi Muhammad SAW tidak termasuk dalam Ahlulbait. Hal ini dapat

dibuktikan lebih lanjut dengan hadis–hadis sahih Sunni dari koleksi Shihah as-Sittah

yang menyebutkan tentang siapakan Ahlulbait, dan juga melalui pembandingan antara

spesifikasi Ahlulbait yang diberikan oleh Quran dengan kelakuan dari beberapa isteri

Nabi Muhammad SAW yang disebutkan dalam Shihah as-Sittah, untuk membuktikan hal

yang sebaliknya (bahwa istri-istri Nabi Muhammad SAW tidak termasuk ke dalam

Ahlulbait).

Apa yang dapat dipahami dari hanya Surah al-Ahzab ayat 33 adalah bahwa Allah

SWT mengalihkan Rujukan pembicaraannya (yang adalah istri- isteri Nabi Muhammad

SAW secara eksklusif pada permulaan ayat) kepada beberapa orang yang termasuk

dalamnya perempuan, dan bisa jadi atau tidak bisa jadi termasuk istri-istri Nabi

Muhammad SAW.

Hadis Sahih

Adalah menarik untuk melihat bahwa baik Shahih Muslim dan Shahih Tirmidzi

maupun yang lainnya, menegaskan pandangan Syi’ah yang telah di atas. Dalam Shahih

Muslim, terdapat sebuah bab yang diberi nama ‘Bab Tentang Keutamaan Sahabat’.

Dalam bab ini, terdapat satu bagian yang dinamakan ‘Bagian Tentang Keutamaan

Ahlulbait Nabi. Dalamnya hanya terdapat satu hadis, dan hadis tersebut tidak ada

hubungannya dengan istri-istri Nabi Muhammad SAW. Hadis ini dikenal sebagai hadis

tentang mantel (Hadis al-Kisa), dan berbunyi sebagai berikut:

Aisyah menceritakan, “Suatu hari Nabi Muhammad SAW keluar sore-sore

dengan mengenakan mantel hitam (kain panjang), kemudian Hasan bin Ali datang dan

Nabi menampungnya dalam mantel, lalu Hasan datang dan masuk ke dalam mantel, lalu

Fathimah datang dan Nabi memasukkannya ke dalam mantel, lalu Ali datang dan Nabi

memasukkannya juga ke dalam mantel. Kemudian Nabi berucap, ‘Sesungguhnnya Allah

bermaksud hendak menghilangkan segala kekotoran (najis) dari kamu, wahai Ahlulbait

dan mensucikanmu sesuci – sucinya (kalimat terakhir dari QS. al-Ahzab : 33).19]

Orang dapat melihat bahwa penyusun Shahih Muslim menegaskan bahwa :

Pertama, Ali, Fathimah, Hasan dan Husain adalah termasuk Ahlulbait. Ke dua, kalimat

pensucian dalam Quran (kalimat terakhir QS. al-Ahzab : 33) diturunkan bagi keutamaan

orang-orang yang disebutkan di atas, dan bukan untuk istri-istri Nabi Muhammad SAW.

Muslim (penyusun kitab tersebut) tidak menuliskan satu pun hadis lain dalam

bagian ini (bagian tentang keutamaan Ahlulbait). Jika saja penyusun Shahih Muslim

meyakini bahwa istri-istri Nabi Muhammad SAW adalah dalam Ahlulbait, dia tentu

sudah mengutipkan hadis-hadis tentang mereka dalam bagian ini.

Adalah menarik melihat bahwa Aisyah, salah seorang istri Nabi Muhammad

SAW, adalah perawi dari hadis di atas, dan dia sendiri menegaskan bahwa Ahlulbait

adalah orang-orang yang telah disebutkan di atas.

Salah satu versi lain dari ‘hadis mantel’ tertulis dalam Shahih Tirmidzi, yang

diriwayatkan oleh Umar bin Abi Salamah, putra dari Ummu Salamah (istri Nabi yang

lain), yang berbunyi sebagai berikut:

Ayat ‘Sesungguhnya Allah bermaksud hendak...(QS. al-Ahzab : 33) diturunkan

kepada Nabi Muhammad SAW dalam rumah Ummu Salamah. Sehubungan dengan hal

itu, Nabi mengumpulkan Fathimah, Hasan, Husain, dan menutupi mereka dengan sebuah

mantel (kisa), dan beliau juga menutupi Ali yang berada di belakang beliau. Kemudian

Nabi berseru, “Ya, Allah! Inilah Ahlulbait-ku! Jauhkan mereka dari setiap kekotoran, dan

sucikanlah mereka sesuci-sucinya!’ Ummu Salamah (istri Nabi) menanyakan, “Apakah

aku termasuk ke dalam kelompok mereka wahai Rasulullah?” Nabi menjawab, “Kamu

tetap di tempatmu dan kamu menuju akhir yang baik.20

Terlihat bahwa Tirmidzi juga menegaskan bahwa Ali, Fathimah, Hasan, dan

Husain adalah Ahlulbait, dan kalimat pensucian dalam Quran (kalimat terakhir dari al-

Ahzab ayat 33) diturunkan untuk keutamaan orang-orang tersebut, dan bukan untuk istri-

istri Nabi Muhammad SAW. Tampak juga dari hadis sahih di atas bahwa Nabi sendiri

yang mengeluarkan isteri beliau dari Ahlulbait. Jika Ummu Salamah adalah termasuk

dalam kelompok Ahlulbait, mengapa beliau SAW tidak menjawabnya secara positif?

Mengapa beliau tidak memasukkannya ke dalam mantel? Mengapa Nabi Muhammad

SAW menyuruh dia untuk tetap di tempatnya? Jika saja Nabi Muhammad SAW

memasukkan Ummu Salamah ke dalam kelompok Alhubait, beliau tentu sudah

memasukkannya ke dalam mantel dan akan segera berdo’a untuk kesuciannya.

Perlu juga disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak mengatakan, “Inilah

sebagian di antara Ahlulbaitku!’ Alih-alih, beliau berkata, inilah Ahlulbaitku!” Sebab

tidak ada anggota lain Ahlulbait yang hidup, pada masa Nabi Muhammad SAW.

Perhatikan juga bahwa Ummu Salamah, isteri Nabi yang saleh, adalah perawi dari hadis

ini kepada anaknya dan memberikan pernyataan tentang siapakah Ahlulbait itu!

Dalam hadis Hakim, bunyi pertanyaan dan jawabnya dalam kalimat terakhir dari

hadis ini adalah:

Umma Salamah berkata, “Ya Nabi Allah! Tidakkah aku termasuk salah seorang

anggota keluargamu?” Nabi Suci menjawab, “Kamu memiliki masa depan yang baik

(tetap berada dalam kebaikan), tetapi hanya inilah anggota keluargaku. Ya Rabbi,

anggota keluargaku lebih berhak!”21

Dan bunyi kalimat yang dilaporkan oleh Suyuthi dan Ibnu Atsir adalah sebagai

berikut. Ummu Salamah berkata kepada Nabi Suci SAW, Apakah aku termasuk juga

salah seorang dari mereka?” Nabi Muhammad SAW menjawab, “Tidak, kamu

mempunyai kedudukan khususmu sendiri dan masa depanmu adalah baik.

Thabari juga mengutip Ummu Salamah yang mengatakan bahwa dia berkata,

“Ya, Nabi Allah” Tidakkah aku termasuk juga salah seorang Ahlulbaitmu? Aku

bersumpah demi Yang Maha Besar bahwa Nabi Suci tidak menjaminku dengan

keistimewaan apapun kecuali bersabda Kamu memiliki masa depan baik.

Inilah variasi sahih lainnya tentang Hadis Mantel yang dinisbahkan kepada

Shafiyah, yang juga salah seorang istri Nabi Muhammad SAW. Ja’far bin Abi Thalib

meriwayatkan:

Pada waktu Rasulullah merasa bahwa rahmat dari Allah akan turun, beliau

menyuruh Shafiyah, “Panggilkan untukku! Panggilkan untukku!” Shafiyah berkata,

“Panggilkan siapa wahai Rasulullah?” Beliau berkata, “Panggilkan Ahlulbaitku yaitu Ali

Fathimah, Hasan dan Husain!” Maka kami kirimkan (orang) untuk (mencari) mereka dan

merekapun datang kepada beliau. Kemudian Nabi Muhammad SAW membentangkan

mantel beliau ke atas mereka dan mengangkat tangan beliau (ke langit) dan berkata, “Ya,

Allah! Inilah keluargaku (‘aalii), maka berkahilah Muhammad dan keluarga (‘aali)

Muhammad” Dan Allah, pemilik Kekuatan Keagungan, mewahyukan, Sesungguhnya

Allah bermaksud hendak menghilangkan segala kekotoran (najis) dari kamu,

wahai Alhubait dan mensucikanmu sesuci-sucinya. 24

Meskipun mayoritas hadis – hadist tentang masalah ini menunjukkan bahwa

kalimat terakhir dari al-Ahzab ayat 33 diturunkan di rumah Ummu Salamah

sebagaimana telah dikutip di muka, hadis di atas memberikan implikasi bahwa ayat

tersebut bisa jadi telah diturunkan juga di rumah Shafiyah. Berdasarkan pandangan

ulama-ulama Sunni, termasuk Ibnu Hajar, adalah sangat mungkin bahwa ayat ini

diturunkan lebih dari sekali.

Dalam setiap kesempatan itu, Nabi mengulang-ulang tindakan beliau tersebut

di depan istri beliau yang berbeda-beda agar mereka semuanya menyadari siapakah

Ahlulbait itu.

Ucapan ketiga istri Nabi Muhammad SAW (Aisyah, Ummu Salameh

Shafiyah) tidak meninggalkan kepada kita sebuah ruangan pun semuanya menyakini

bahwa Ahlulbait pada masa hidup Nabi. Tidak lebih dari lima orang; Nabi

Muhammad SAW, Fathimah, Ali, Hasan dan Husain.

Fakta bahwa kata ganti bagian terakhir al – Ahzab ayat 33 beralih dari

perempuan menjadi laki-laki telah menghantarkan mayoritas ahli Sunni untuk

meyakini bahwa bagian terakhir tersebut diturunkar berkenaan dengan Ali,

Fathimah, Hasan dan Husain, sebagaimana yang di tampakkan oleh Ibnu Hajar

Haitsami:

Berdasarkan pada pendapat mayoritas ahli tafsir (Sunni), firman Allah

‘Sesungguhnya Allah berkehendak... (kalimat terakhir dari ayat 33:33)

diturunkan untuk Ali, Fathimah, Hasan, dan Husain, sebab penggunaan

25

kata ganti laki-laki pada kata ‘ankum’ dan seterusnya.

Meskipun Syi’ah telah memberikan kehormatan yang amat besar kepada

istri-istri yang sangat saleh dari istri-istri beliau SAW, misalnya Khadijah, Ummu

Salamah, Ummu Aiman dan sebagainya, namun kami bahkan tidak memasukkan

orang-orang yang sangat dihormati tersebut kedalam Ahlulbait sebab Nabi

Muhammad SAW dengan jelas mengeluarkan dari Ahlulbait sesuai dengan hadis-

hadis sahih dari Sunni maupun Syi’ah. Ahlulbait memiliki keutamaan khusus yang

tidak dimiliki seorang pun yang saleh di dunia ini setelah Nabi Muhammad SAW.

Keutamaan tersebut menurut Quran adalah kemaksuman, keterbebasan dari noda

dan kesucian yang sempurna.



19. Referensi Sunni: Shahih Muslim, bab Keutamaan Sahabat, bagian keutamaan

Ahlulbait Nabi Muhammad saw, edisi 1980, terbitan Arab Saudi, versi Arab,

jilid 4, ha1.1883, hadis ke 61.

20. Referensi Sunni: Shahih at-Turmudzi, jilid 5, ha1.351, 663

21. Referensi Sunni: al-Mustadrak Hakim, jilid 2, hal. 416

22. Referensi Sunni: Usal al-Ghahah, Ibnu Atsir, jilid 2, hal. 289; Taf.sir alDurr

al-Mantsur, Suyuthi, jilid 5, hal. 198.

23. Referensi Sunni: Tafsir Thabari, jilid 22, hal. 7 pada komentar tentang ayat

33:33. Di samping Shahih Muslim dan Tirmidzi, yang dari keduanya kami

mengutip ‘Nadis Mantel’ (kisa) melalui otoritas Aisvah dan Ummu Salamah

secara berturut-turut, di bawah ini adalah referensi Sunni tentang hadis mantel,

yang rnelaporkan tentang kedua versi hadis tersebut; Musnad Ahmad Ibn

Harrbal, jilid 6, hal. 323, 292, 298; jilid 1, hal. 330-331; jilid 3, hal. 252; jilid

4, hal. 107 dari Abu Sa-id Khudri; Fadha’il ash-Sha}rabah, olch Ahmad bin

Hanbal, jilid 2, hal. 578, hadis ke 978; al-Mmtadrak oleh Hakim, jilid 2, hal.

416 (dua hadis) dari Ibnu Abu Salamah, jilid 3, hal. 146-148 (lima hadis), hal.

158, 172; al-Khasaisy, Nasa’i, hal. 4,8; as-Sunan oleh Baihaqi, diriwayatkan

dari Aisvah and Ummu Salamah; Tafsir al-Kabir -, Bukhari (penyusun Shahih

Bukhari), jilid 1, bagian 2, hal. 69; tazhir alKabir, oleh Fakhrurrazi, jilid 2,

hal. 700 (Istanbul), dari Aisyah; Tafsir alDurr al-Mautsur, Suvuthi, jilid 5,

hal. 198,605 dari Aisyah and Ummu Salamah; Tafsir Ibnu Jarir Thabari, jilid

22, hal. 5-8 (dari Aisyah dan Abu Sa’id Khudri), hal. 6,8 (dari Ibnu Abu

Salamah) (10 hadis); Tafsir, Qurthubi, pada komentar atas avat 33:33 dari

Ummu Salamah; Tafsir, Ibnu Katsir, jilid 3, hal. 485 (versi lengkap) dari

Aisyah dan Umar bin Abi Salamah; Lisd al-Ghabah, oleh Ibnu Atsir, jilid 2,

hal. 12; jilid 4, ha1.79 diriwayatkan dari Ibnu Abu Salamah; Shazun`iq al-

Muyriqah, Ibnu Hajar Haitsami, bab 11, bagian 1, hal. 221 dari Ummu

Salamah; Tarikh, Khatib Baghdadi, jilid 10, diriwavatkan dari Ibnu Abu

Salamah; Tafsir al-Kasysyaf, Zamakhsyari, jilid 1, hal. 193 diriwavatkan dari

Aisyah; Musykil al-Atsnr, Tahawi, bab l, hal. 332-336 (tujuh hadis);

Dhakha’ir al-Liqbah, Muhibb Thabari, hal. 21-26, dari Abu Sa’id Kzudri;

Majma’ az-Zawa’id, Haitsami, jilid 9, hal. 166 (dari berbagai jalur).

24. Referensi Sunni: al-Mustadrak Hakim, bab Memahami (keutamaan) Sahabat,

jilid 3, hal. 148. Pengarang kemudian menulis, "Hadis ini adalah shahih

berdasarkan kriteria dua Syekh (Bukhari Muslim)."; TaIkhis al-Mu-tadrak,

Dzahabi, jilid 3, hal. 148; Used -Ghabah, Ibnu Atsir, jilid 3, hal. 33.

25. Referensi Sunni: as-Sawaiij al-Muhriqah, oleh Ibnu Hajar, bab 11, bagian l, hal.

220.

Leave a Reply

Silahkan masukkan komentar anda...!!!