Duhai, mengapa nafas tak lepas bersama jeritan
Sesudahmu tiada lagi kebaikan dalam kehidupan
Aku menangis karena aku takut hidupku akan kepanjangan
Kala rinduku memuncak, kujenguk pusaramu dengan tangisan
Aku menjerit meronta tanpa mendapatkan jawaban
Duhai yang tinggal di bawah tumpukan debu, tangisan memelukku
Kenangan padamu melupakan daku dari segala musibat yang lain
Jika engkau menghilang dari mataku ke dalam tanah,
engkau tidak hilang dari hatiku yang pedih
Berkurang sabarku bertambah dukaku
setelah kehilangan Khatamul Anbiya
Duhai mataku, cucurkan air mata sederas derasnya
jangan kautahan bahkan linangan darah
Ya Rasul Allah, wahai kekasih Tuhan
pelindung anak yatim dan dhuafa
Setelah mengucur air mata langit
bebukitan, hutan, dan burung
dan seluruh bumi menangis
Duhai junjunganku,
untukmu menangis tiang-tiang Ka’bah
bukit-bukit dan lembah Makkah
Telah menangisimu mihrab
tempat belajar Al-Quran di kala pagi dan senja
Telah menangisimu Islam
sehingga Islam kini terasing di tengah manusia
Sekiranya kau lihat mimbar yang pernah kau duduki
akan kau lihat kegelapan setelah cahaya
Bi Abi Anta wa Ummi
Biarlah ayah bundaku jadi tebusanmu, ya Rasul Allah
Terhenti karena ketiadaanmu apa yang tak terhenti karena ketiadaan yang lain
terhenti sudah nubuwwah, wahyu, dan berita dari langit
Kau begitu khusus bagi kami
sehingga jadilah kau penghibur kami dari selainmu
Kau juga begitu terbuka bagi semua
sehingga semua berbagi derita atas kepergianmu
Sekiranya tidak kau perintahkan kami bersabar
jika tak kau larang kami berduka cita
akan kami alirkan gelombang air mata
Tapi walau begitu, sakit kami tak kunjung sembuh, derita kami takkan berakhir
Sakit dan derita kami terlalu kecil ketimbang kepedihan karenamu
Kepergianmu tak mungkin dikembalikan
kematianmu tak bisa dihindarkan
Bi Abi Anta wa Ummi
Kenanglah kami di sisi Tuhanmu
dan simpan kami dalam hatimu
(Fatimah Az-Zahra as.)