Pasca runtuhnya pemerintah Lebanon, Penjabat Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran, Ali Akbar Salehi, berharap faksi-faksi Lebanon menjaga kewaspadaan dan persatuan.

Salehi menyatakan bahwa inisiatif Suriah-Arab Saudi dapat membantu mengatasi situasi yang ada dan didukung oleh negara-negara regional. Ditambahkannya, bahwa inisiatif tersebut belum membuahkan hasil karena campur tangan negara-negara yang sama sekali tidak mempedulikan Lebanon.

Hal ini dikemukakannya kemarin (13/1) kepada kelompok dan faksi-faksi Lebanon untuk tidak membiarkan musuh menggunakan kesempatan untuk menyebar perselisihan dan instabilitas dengan menjaga kewaspadaan dan persatuan nasional.

Suriah dan Arab Saudi beberapa waktu lalu menggelar perundingan dalam rangka mencegah Lebanon terjerumus ke jurang krisis politik menyusul kemungkinan perilisan dakwaan dari Pengadilan Internasional untuk Lebanon (STL).

Pada hari Rabu, Pemimpin Gerakan Patriotik Bebas, Michel Aoun, menyatakan bahwa Arab Saudi dan Suriah tidak mampu menyelesaikan krisis, seraya mengutip pernyataan Presiden Suriah, Bashar al-Assad, dan Raja Saudi Abdullah bin Abdulaziz, bahwa kerjasama yang diupayakan gagal.

Rabu (12/1) pemerintah persatuan Lebanon bubar setelah 11 menteri yang dipimpin oleh Hizbullah dan aliansinya mengundurkan diri menyusul ketegangan yang muncul terkait pengusutan kasus teror mantan perdana menteri Rafiq Hariri.

Mantan perdana menteri Lebanon Rafiq Hariri dan 20 orang lainnya diteror pada tanggal 14 Februari 2005, dalam ledakan bom di Beirut.

Pengadilan Khusus untuk Lebanon (STL) yang disponsori Washington dibentuk dua tahun kemudian guna menyelidiki kasus teror tersebut. Berbagai laporan menyebutkan bahwa pengadilan itu akan mengeluarkan sebuah surat dakwaan terhadap beberapa anggota Hizbullah.

Sekretaris Jenderal Hizbullah, Sayid Hassan Nasrullah secara tegas menolak tuduhan itu. Dia menilai pengadilan tersebut sebagai bagian dari proyek berbahaya yang menarget gerakan muqawama Lebanon.