LASKAR HAIDAR

Your description goes here

  • RSS
  • Delicious
  • Facebook
  • Twitter

Popular Posts

Hello world!
Righteous Kill
Quisque sed felis

بسم الله الرحمن الرحيم

و الصلاة و السلام على محمد و آل محمد

السلام عليكم و رحمة الله تعالى و بركاته



اَعْظَمَ اللهُ اُجُورَنابِمُصابِنا بِالْحُسَيْنِ عَلَيْهِ السَّلامُ

وَجَعَلَنا وَاِيّاكُمْ مِنَ الطّالِبينَ بِثارِهِ مَعَ وَلِيِّهِ الاِْمامِ الْمَهْدِيِّ

مِنْ آلِ مُحَمَّدعَلَيْهِمُ السَّلامُ









Laa fataa illa 'ali laa saif illaa dzulfiqaar

About Me

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia

Blog Archive

Thumbnail Recent Post

Total Tayangan Halaman




Daftar Blog Saya

Entri Populer

Righteous Kill

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Quisque sed felis

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Etiam augue pede, molestie eget.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in ...

Hellgate is back

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit ...

Post with links

This is the web2feel wordpress theme demo site. You have come here from our home page. Explore the Theme preview and inorder to RETURN to the web2feel home page CLICK ...


السَّلاَمُ عَلَى الْحُسَيْنِ وَ عَلَى عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ وَ عَلَى أَوْلاَدِ الْحُسَيْنِ وَ عَلَى أَصْحَابِ الْحُسَيْنِ

Archive for April 2011




Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Fatimah Az-Zahra’ (sa) buah surga
Allah swt berfirman:

سبْحَانَ الَّذِى أَسرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسجِدِ الْحَرَامِ إِلى الْمَسجِدِ الأَقْصا الَّذِى بَرَكْنَا حَوْلَهُ لِنرِيَهُ مِنْ ءَايَتِنَا إِنَّهُ هُوَ السمِيعُ الْبَصِيرُ
“Maha suci Allah yang memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan padanya sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat.” (Al-Isra’: 1).

Dalam tafsirnya Ad-Durrul Mantsur ketika menafsirkan ayat ini, Jalaluddin As-Suyuthi mengatakan bahwa Aisyah isteri Nabi saw menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda:

“Ketika aku diisra’kan (diperjalankan) ke langit, aku diperintahkan masuk ke surga, lalu aku berhenti di sebuah pohon dari pohon-pohon di surga. Aku melihat pohon itu yang paling indah dari semua pohon, daunnya paling putih, buahnya paling harum. Kemudian aku mendapatkan buahnya lalu aku makan. Buah itu menjadi nuthfah di sulbiku. Setelah aku sampai di bumi aku berhubungan dengan Khadijah kemudian ia mengandung Fatimah. Selanjutnya setiap aku merindukan bau surga aku mencium bau Fatimah.”
Hadis Nabi saw tersebut dan yang semakna dengannya terdapat dalam kitab:
1. Mustadrak Al-Hakim, jilid 3 halaman 156, kitab ma’rifah Ash-Shahabah, Manaqib Fathimah.
2. Dzakhair Al-‘Uqba, halaman 36 dan 44, bab Fadhail Fathimah.
3. Tarikh Baghdad, Khathib Al-Baghdadi, jilid 5 halaman 87; jilid 12 halaman 331, hadis ke 6772.
4. Ash-Shawa’iq Al-Muhriqah, Ibnu hajar, halaman 96. Ibnu Hajar mengatakan bahwa An-Nasa’i juga meriwayatkan hadis ini.

Fatimah Az-Zahra’ (sa) berbicara dalam kandungan Ibunya
Dalam kitab Dzakhair Al-‘Uqba, halaman 44 disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda: “Jibril datang kepadaku dengan membawa buah apel dari surga, kemudian aku memakannya lalu berhubungan dengan Khadijah kemudian ia mengandung Fatimah.” Khadijah berkata: Aku hamil dengan kandungan yang ringan. Ketika engkau keluar rumah janin dalam kandunganku ngajak bicara denganku. Ketika aku akan melahirkan janinku aku mengirim utusan pada perempuan-perempuan Quraisy agar membatuku untuk melahirkan janinku, tapi mereka tidak mau datang bahkan mereka berkata: Kami tidak akan datang untuk menolong isteri Muhammad. Ketika itulah datang empat perempuan yang berwajah cantik dan bercahaya, salah dari mereka berkata: Aku adalah ibumu Hawa’; yang satu lagi berkata: Aku adalah Asiyah binti Muzahim; yang lain berkata: Aku adalah Kultsum saudara Musa; dan yang lain lagi berkata: Aku adalah Maryam binti Imran ibunda Isa. Kami datang untuk menolong urusanmu ini. Kemudian Khadijah berkata: Maka lahirlah janinku dalam kedaan sujud dan dengan jari-jarinya terangkat (seperti orang berdoa).

Fatimah Az-Zahra’ (sa) menyerupai Nabi saw
Shahih At-Tirmidzi, jilid 2 halaman 319, bab keutamaan Fathimah:
Aisyah Ummul mukminin berkata: Aku tidak melihat seorangpun yang paling menyerupai Rasulullah saw dalam sikapnya, berdiri dan duduknya kecuali Fatimah binti Rasulillah saw. Selanjutnya Aisyah berkata: Jika Fatimah datang kepada Nabi saw, beliau berdiri menyambut kedatangannya, dan mempersilahkan duduk di tempat duduknya. Demikian juga jika Nabi saw datang kepadanya ia berdiri menyambut kedatangan beliau dan mempersilahkan duduk di tempat duduknya…

Pernyataan Siti Aisyah ini dan yang semakna juga terdapat dalam kitab:
1. Shahih Bukhari, bab Qiyam Ar-Rajul liakhihi, hadis ke 947.
2. Shahih Muslim, kitab Fadhil Ash-Shahabah, bab Fadhail Fathimah.
3. Fathul Bari Al-Asqalani, jilid 9 halaman 200, kitab Al-Maghazi, bab maradh An-Nabiyyi saw.
4. Sunan Abu Dawud, jilid 33, halaman 223, hadis ke 5217.
5. Mustadrak Shahihayn Al-Hakim, jilid 4 halaman 272, kitab Adab.
6. Mustadrak Ash-Shahihayn, jilid 3 halaman 154.
7. Al-Isti’ab, jilid 2 halaman 751, kitab An-Nisa’.
8. Sunan Al-Kubra, jilid 7 halaman 101, kitab nikah, hadis ke 13578.
9. Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 3 halaman 164, hadis ke 12263; jilid 6 halaman 282, hadis ke 25874.
10. Kanzul Ummal, jilid 7 halaman 111, hadis ke 37729.
11. Faidh Al-Qadir Al-Mannawi, jilid 5 halaman 176, hadis ke 6847.
12. Usdul Ghabah Ibnu Atsir, jilid 5 halaman 522, hadis ke 7175.
13. Majma’ Az-Zawaid Al-Haytsimi, jilid 8 halaman 42, kitab Adab, bab mencium anak.
14. Dzakhir Al-Uqba, Muhibuddin Ath-Thabari, halaman 36.

Nabi saw memberikan tanah Fadak kepada Fatimah Az-Zahra’ (sa)
Allah swt berfirman:
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ
“Berikan kepada keluarga terdekat haknya.” (Al-Isra’: 26)

Dalam Ad-Durrul Mantsur, ketika menafsirkan ayat ini Jalaluddin As-Suyuthi berkata: Al-Bazzar, Abu Ya’la, Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan bahwa Abu Said Al-Khudri berkata: Ketika ayat ini turun Rasulullah saw memanggil Fatimah (sa) kemudian memberikan tanah Fadak kepadanya.

Pernyataan ini juga terdapat dalam kitab:
1. Majma’ Az-Zawaid Al-Haytsimi, jilid 7 halaman 49, tentang tafsir ayat ini.
2. Mizan Al-I’tidal, Adz-Dzahabi, jilid 2 halaman 228, hadis ke 5872.
3. Kanzul Ummal, jilid 2 halaman 158, hadis ke 8696.

Fatimah Az-Zahra’ (sa) penghulu semua perempuan
Dalam Shahih Bukhari, kitab Awal penciptaan, bab tanda-tanda kenabian dalam Islam:
Aisyah berkata: Fatimah (sa) datang kepada Nabi saw dengan berjalan seperti jalannya Nabi saw. Kemudian Nabi saw mengucapkan: “Selamat datang duhai puteriku.” Kemudian beliau mempersilahkan duduk di sebelah kanan atau kirinya kemudian beliau berbisik kepadanya lalu Fatimah menangis. Kemudian Nabi saw bersabda kepadanya: “Mengapa kamu menangis?” Kemudian Nabi saw berbisik lagi kepadanya. Lalu ia tertawa dan berkata: Aku tidak pernah merasakan bahagia yang paling dekat dengan kesedihan seperti hari ini. Lalu aku (Aisyah) bertanya kepada Fatimah tentang apa yang dikatakan oleh Nabi saw. Fatimah menjawab: Aku tidak akan menceritakan rahasia Rasulullah saw sehingga beliau wafat. Aku bertanya lagi kepadanya, lalu ia berkata: (Nabi saw berbisik kepadaku): “Jibril berbisik kepadaku, Al-Qur’an akan menampakkan padaku setiap setahun sekali, dan ia akan menampakkan padaku tahun ini dua kali, aku tidak melihatnya kecuali datangnya ajalku, dan engkau adalah orang pertama dari Ahlul baitku yang menyusulku.” Lalu Fatimah menangis. Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Tidakkah kamu ridha menjadi penghulu semua perempuan ahli surga atau penghulu semua isteri orang-orang yang beriman? Kemudian Fatimah tertawa.

Hadis ini, dan perkataan Fatimah dan Aisyah tersebut serta yang semakna dengannya terdapat dalam kitab:
1. Musnad Ahmad bin Hambal, jilid 6 halaman 282, hadis ke 25874. Dalam hadis ini Rasulullah saw bersabda: “Sayyidatu nisâi hadzihil ummah aw nisâil mu’minîn” (Penghulu semua perempuan ummat ini, atau penghulu semua isteri orang-orang yang beriman). Juga dalam jilid 5 halaman 391, hadis 22818.
2. Ath-Thabaqat, Ibnu Sa’d, jilid 2 halaman 40. dalam hadis ini Rasulullah saw bersabda: “Sayyidatu nisâi hadzihil ummah aw nisâil ‘alamin (penghulu semua perempuan alam semesta).
3. Usdul Ghabah, Ibnu Atsir, jilid 5 halaman 522, hadis ke 7175.
4. Al-Khashaish An-Nasa’i, halaman 34.
5. Hilyatul Awliya’, Abu Na’im, jilid 1 halaman 29.
6. Shahih At-Tirmidzi, jilid 2 halaman 306, hadis ke 3781.
7. Mustadrak Shahihayn, Al-hakim, jilid 3 halaman 151.
8. Kanzul Ummal, jilid 6 halaman 221, hadis ke 37732. Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dan Ibnu Nujjar dari Abu Hurairah.
9. Dzakair Al-Uqba, halaman 44.
10. Ad-Durrul Mantsur, tentang tafsir surat Ali-Imran: 42.
11. Usdul Ghabah, jilid 5 halaman 437, hadis ke 6867.
12. Al-Ishabah, Ibnu hajar, jilid 8 halaman 158, hadis ke 830.
13. Majma’ Az-Zawaid, jilid 9 halaman 223.
14. Fathul Bari, jilid 7 halaman 258, bersumber dari Abu Hurairah. Halaman 282 bersumber dari Abu Said Al-Khudri. Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda: “Perempuan ahli surga yang paling utama adalah Khadijah, Fatimah, Maryam dan Asiyah.”
15. Al-Ist’ab, Ibnu Abd Al-Birr, jilid 2 halaman 720 dan 750 (catatan pinggir Al-Ishabah: kitab An-Nisa’).
16. Tarikh Al-Khathib Al-baghdadi, jilid 4 halaman 391, hadis ke 3636 dan 5008.
17. Faidh Al-Qadhir Al-Mannawi, jilid 3 halaman 432, hadis ke 3883.
18. Tafsir Ath-Thabari, jilid 3 halaman 180



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Rasulullah dan keluarganya

Ya Allah, cukupkan aku dengan rejeki yang telah Kauberikan kepadaku. Jagalah aku dan selamatkan aku selama Kauhidupkan aku. Ampuni aku, sayangi aku ketika Engkau mematikan aku.

Ya Allah, jangan Kaususahkan aku untuk mencari apa yang tidak Kautakdirkan bagiku, dan mudahkan apa yang telah Kautakdirkan bagiku.

Ya Allah, penuhi sebaik-baiknya kebutuhan kedua orang tuaku dan semua orang yang melalui mereka Kau karuniakan kepadaku kenikmatan.

Ya Allah, ringankan aku untuk melakukan apa yang telah Kau ciptakan aku di atasnya, dan jangan Kausibukkan aku pada apa yang telah Kaubebankan kepada sebagai kewajiban. Jangan Kauazab aku padahal aku memohon ampunan-Mu. Jangan Kauabaikan aku padahal aku bermohon kepada-Mu.

Ya Allah, rendahkan diriku dan besarkan Dikau di dalam diriku. Ilhamkan padaku ketaatan kepada-Mu, amal yang membuat-Mu ridha dan menjauhi apa yang membuat-Mu murka. Wahai Yang Pengasih dari segala yang mengasihi. (Shahifah Fathimiyah).



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar Ayatullah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei ‎dalam sejumlah pidatonya menjelaskan banyak hal tentang pribadi Sayyidah Fathimah az-‎Zahra as.‎

Keagungan Sayyidah Fathimah az-Zahra as

Ayatullah Sayyid Ali Khamenei saat bertemu dengan para pengidung Ahlul Bait pada 24 ‎November 1994 tentang keagungan pribadi Sayyidah Fathimah az-Zahra as mengatakan, ‎‎”Apa saja yang telah kita ucapkan mengenai Sayyidah Fathimah az-Zahra as tetap saja ‎kurang. Pada hakikatnya kita tidak apa yang harus diucapkan dan apa yang harus dipikirkan. ‎Sedemikian luasnya dimensi keberadaan Haura Insiyah, Ruh Mujarrad, Inti Kenabian dan ‎Wilayah bagi kita, sehingga kita tidak mampu memahaminya. Kita benar-benar dibuat tidak ‎berdaya dengan pribadi agung ini.”‎

Maqam Sayyidah Fathimah az-Zahra as

Sayyidah Fathimah az-Zahra benar-benar merupakan pribadi besar dan berada di level ‎pertama Islam. Sejatinya beliau menjadi pribadi level teratas dalam sejarah kehidupan ‎manusia. Hal ini dapat ditemukan dalam ucapan Rasulullah saw saat berkata kepadanya, “Ala ‎Tardhaina an Takuni Sayyidata Nisail ‘Alamin (Apakah engkau tidak rela menjadi junjungan ‎wanita sedunia?). Engkau junjungan wanita seluruh dunia sepanjang sejarah manusia. ‎Sayyidah Fathimah az-Zahra as sendiri bertanya kepada Rasulullah saw, “Fa aina Maryamu ‎binti ‘Imran? Bagaimana dengan Maryam junjungan wanita yang telah dijelaskan dalam al-‎Quran? Rasulullah saw bersabda, “Maryam merupakan junjungan seluruh wanita di masanya. ‎Sementara engkau adalah junjungan seluruh wanita sepanjang sejarah umat manusia.”‎

Bila pribadi Sayyidah Fathimah az-Zahra tampak bagi otak sederhana dan mata kita yang ‎hanya bisa melihat dari dekat, niscaya kita akan membenarkan betapa beliau adalah ‎junjungan seluruh wanita di alam semesta. Seorang wanita yang telah mencapai maqam ‎spiritual dan keilmuan di usia muda dan umur yang pendek. Maqam ini sama dengan derajat ‎para nabi dan auliya. Sejatinya Sayyidah Fathimah az-Zahra adalah fajar yang menyingsing ‎dan darinya mentari imamah dan wilayah bersinar. Beliau bak langit tinggi yang dari ‎pelukannya muncul banyak bintang wilayah. Seluruh Imam as begitu menghormati dan ‎menghargai ibunya. Penghormatan yang jarang didapat oleh seseorang dari para Imam as. ‎‎(Cuplikan pidato di Hari Kelahiran Sayyidah Fathimah az-Zahra pada 9 Oktober 1997)‎

Berkah Sayyidah Fathimah az-Zahra as‎

Berkah Sayyidah Fathimah az-Zahra as tidak terbatas pada sekelompok kecil manusia. ‎Bahkan bila memandang secara realistis dan logis, manusia berutang pada keberadaan ‎Sayyidah Fathimah az-Zahra as. Ini bukan hal yang terlalu dibesar-besarkan. Sebuah ‎kenyataan. Sebagaimana manusia berutang pada Islam, al-Quran, ajaran para nabi dan ‎Rasulullah saw. Sepanjang sejarah selalu demikian. Hari ini juga demikian. Setiap harinya ‎cahaya Islam dan spiritual Sayyidah Fathimah az-Zahra as semakin tampak. Manusia akan ‎merasakan hal itu.‎

Berkah yang banyak yang disebutkan dalam al-Quran dengan ungkapan al-Kautsar ‎merupakan kabar gembira yang diberikan kepada Rasulullah saw. Disebutkan bahwa takwil ‎‎”Inna A’thainaaka al-Kautsar” adalah Sayyidah Fathimah az-Zahra as. Sejatinya beliau ‎adalah sumber segala kebaikan yang setiap harinya dari sumber agama dilimpahkan kepada ‎seluruh mansuia dan makhluk hidup di dunia. Banyak orang yang berusaha menutupi-nutupi ‎kenyataan ini, bahkan mengingkarinya tapi mereka tidak mampu. “Wallahu Mutimmu Nurihi ‎wa lalu Kariha al-Kafiruun”(ash-Shaff ayat 8).‎

Kita harus mendekatkan diri pada inti cahaya ini. Kelaziman dari upaya ini, kita juga akan ‎bercahaya. Kita harus bercahaya dengan perbuatan, bukan hanya cinta kosong. Perbuatan ‎yang sebenarnya adalah cinta, wilayah dan keimanan itu sendiri. Hal inilah yang didiktekan ‎dan yang diinginkan dari kita. Dengan amal kita harus menjadi bagian dari keluarga dan ‎bergantung pada keluarga ini. Bukan hal yang mudah ketika Qanbar berada di rumah Imam ‎Ali as. Salman menjadi “Salman minnaa Ahlulbait” juga bukan pekerjaan mudah. Kita ‎sebagai masyarakat berwilayah dan Syiah Ahlul Bait berharap dari para Imam as agar ‎menjadikan kita bagian dari mereka dan termasuk orang-orang yang mengelilingi mereka. ‎Hati kita ingin agar Ahlul Bait menilai kita seperti itu. Tapi ingat! Ini bukan hal yang mudah. ‎Ini tidak akan bisa terwujudkan hanya dengan pengakuan. Semua ini membutuhkan amal, ‎sikap pemaaf, pengorbanan dan berupaya menyerupai akhlak mereka. (Pidato di Hari ‎Kelahiran Sayyidah Fathimah az-Zahra as pada 26 Desember 1991)‎



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Fatimah Zahra as.; Perwujudan Ayat Tathhir

Dalam ayat 33 surat al-Ahzab,[1] Allah swt menjelaskan keutamaan Ahlul Bait as. Ayat Tathhir merupakan lanjutan dari ayat sebelumnya yang menjelaskan tentang istri-istri Nabi saww. Namun, perlu diketahui bahwa ayat Tathhir tidak ditujukan kepada istri-istri Nabi saww. Ayat tersebut merupakan ayat yang independen dan tidak berhubungan dengan ayat sebelumnya. Hal ini dibuktikan oleh berbagai riwayat dalam kitab hadist dan tafsir, baik versi Syiah[2] maupun Sunnah.[3] Mereka sepakat bahwa ayat tersebut turun kepada Ahlul bait as dan demikian tidak meragukan lagi keabsahannya.

Mungkin saja, sebagian kalangan beranggapan bahwa gaya penukilan dan penulisan berbagai hadist tersebut di atas berbeda-beda sehingga tidak dapat dinisbatkan dan ditetapkan bahwa ayat tersebut memang ditujukan kepada Ahlul Bait as. Tapi anggapan ini tidak benar berdasarkan bukti sejarah tentang turunnya ayat Tathhir, seperti prilaku Nabi saww yang selalu mengulang-ulangi menyampaikan hal ini dalam berbagai kesempatan berbeda agar masyarakat faham bahwa yang dimaksud dengan Ahlul Bait as adalah Amirul Mukminin Ali bin Abi thalib, Sayyidah Zahra, Imam Hasan dan Imam Husein as. Sejarah meriwayatkan bahwa dalam kesempatan yang berbeda-beda, Nabi saw sering kali menjelaskan keutamaan Ali bin Abi thalib as sejak dari dakwah sembunyi-sembunyi beliau yang hanya terbatas pada keluarga, sampai penghujung hidup beliau. Apakah hal ini masih juga diragukan kebenarannya sekalipun disebutkan dalam kesempatan yang berbeda? Tentu tidak, karena dalam kondisi lainnya Nabi saw tidak pernah mengulang-ulang suatu hal dalam kesempatan yang berbeda-beda, maka ketika Nabi saw mengulangnya dalam berbagai kesempatan dapat difahami bahwa hal yang beliau sampaikan sangatlah penting sehingga perhatian masyarakat selalu tertuju kepadanya.

Ayat Tathhir ingin menyampaikan bahwa Ahlul Bait as memiliki maqam ismah yaitu terhindar dan terjaga dari dosa, kelalaian, kebodohan dan keraguan. Mungkin saja, sebagian kalangan menduga bahwa turunnya ayat Tathhir yang ditujukan kepada Ahlul Bait as sama sekali tidak memberikan nilai dan maqam ismah. Jika dugaan mereka benar, lalu bagaimana berbagai literatur yang menjelaskan kedudukan mereka di mata Nabi saww dan prilaku Nabi saw yang selalu mengulangnya di berbagai kesempatan? Bukankah dinukil dalam sejarah bahwa setiap kali Nabi melewati rumah az-Zahra as, beliau selalu berhenti sejenak seraya mengucapkan: �Assalamu�alaikum ya ahlul bait? Mengapa Imam Ali as membuktikan kepemimpinanya dengan berlandaskan ayat Tathhir? Kenapa pula Imam Hasan as mengklaim dirinya sebagai salah satu orang yang termasuk dalam ayat tersebut? Oleh karena itu, jelaslah bahwa dugaan mereka itu tidak dapat dibenarkan.

Beberapa riwayat menjelaskan bahwa kemakshuman Ahlul Bait as tidak berarti bahwa mereka hanya terjaga dari dosa dan kesalahan saja, karena Imam Shodiq as bersabda: �Arrijsu (dalam ayat tersebut) adalah keraguan. Demi Allah, selamanya kami (Ahlul Bait) tidak pernah ragu kepada-Nya.� Sedang dalam kesempatan lain, Imam Ali as bersabda: �Aku tidak pernah ragu akan kebenaran sejak aku melihatnya.� � Seandainya disingkap tabir bagiku maka tidak akan bertambah keimananku.� Sebagian dari Imam suci menyabdakan bahwa kalimat hendak menghilangkan dosa dari kamu berarti menjauhkan mereka dari kobaran api jahiliah. Ini berarti bahwa bahwa Allah swt tidak menginginkan para pendahulu Ahlul Bait as (datuk-datuk mereka) masuk dalam golongan orang-orang kafir, karena salah satu arti rijs dalam kamus bahasa adalah kekufuran dan keraguan.

Sepanjang sejarah, Sayyidah Zahra as adalah wanita menjadi panutan yang tidak mungkin bisa dilepaskan dari Ahlul Bait. Beliau adalah perwujudan dari ayat Tathhir, sosok pribadi yang disucikan Allah swt, dengannya risalah suci berlanjut dan langgeng sampai hari kiamat, wanita yang sampai kepada makam Ilahi di bawah didikan duta Ilahi, jiwanya selalu dikorbankan di jalan Allah swt, tutur katanya tidak lepas dari kebenaran jelmaan ayat: �Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya, ucapan itu tiad alain hanyalah wahyu yang diwahyukan, yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat. Beliau adalah pribadi yang selalu memiliki kontak dengan alam gaib, berkomunikasi dengan Malaikat Jibril as sehingga nama lain az-Zahra as adalah almuhaddats yang berarti orang yang diajak berbicara. Diceritakan dalam sejarah bahwa sepeninggal Nabi saw, Malaikat Jibril diutus oleh Allah swt agar selalu mendatangi Sayyyidah Zahra as untuk menghiburnya dari kesedihan setelah kepergian ayahnya dan menceritakan kepadanya kejadian yang telah dan akan terjadi. Kejadian-kejadian yang disampaikan Malaikat Jibril itu dicatat sehingga menjadi sebuah buku yang dikenal dengan Mushaf Fathimah as. Mushaf ini merupakan salah satu perwujudan ilmu yang tak terbatas dalam diri Zahra as dan termasuk salah satu sumber asli ilmu para imam, sejak masa Imam Ali as sampai Imam Mahdi afs.

Imam Khomeini ra memberikan perhatian cukup besar tentang keutamaan pribadi az-Zahra as yang terlihat dalam pidato-pidatonya. Imam selalu menjelaskan bahwa dengan kepulangan nabi saww kehadirat ilahi Rabbi hubungan kontak nabi saww dengan malaikat Jibril melalui wahyu terputus, namun kontak malaikat Jibril as -walaupun bukan dengan istilah wahyu- dengan Az-zahra as tidak terputus. Dalam hal Imam berkata: "Masalah datangnya malaikat Jibril as ke Az-zahra as bukan masalah yang mudah, jangan pernah berkhayal selama belum memenuhi persyaratanya, malaikat akan mendatangi setiap orang". Datangnya Jibril as kehadirat Az-zahra atas perintah Allah swt merupakan keutamaan yang luar biasa yang dimiliki oleh Az-zahra as dan Imam Khomeini memandang itulah puncak keutamaan dan kedudukan Az-zahra as yang dimilikinya dimata Allah swt.

Maqam dan kedudukan yang begitu tinggi yang tidak dimiliki oleh semua para utusan Allah dan hanya dimiliki oleh para nabi pilihan dan kekasihNya, Az-zahra as dengan segala keutamaannya telah sampai kemaqam tersebut. Dialah as hakekat dari malam Al-qadr, Zahralah as batin dari ayat: �Haa miim demi kitab (alquran) yang menjelaskan sesungguhnya Kami menurunkan pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah�. Imam Musa Al-khadzim dalam menjelaskan ayat tersebut berkata: �Haa miim adalah Muhammad saww, kitab mubin (kitab yang mejelaskan) adalah Imam Ali as dan lailah (waktu malam) adalah S Fatimah as. Wujud suci Az-zahra as hakekatnya adalah Al-quran yang dapat berbicara (Al-quran natiq)- sementara para Imam suci juga sebagai penjelas Al-quran yang diam (Al-quran shomit).

Az-zahra as adalah lambang kesucian, sosok pribadi agung sepanjang zaman, tauladan bagi setiap insan. Cinta kepada Zahra as merupakan kecintaan kepada Rasul saww dan sekaligus kecintaan kepada Allah, sebuah mata rantai cinta yang tidak pernah terputus,. Az-zahra as adalah paling mulianya manusia di sisi nabi serta cahaya mata dan buah hati Rasul sebagimana sabda beliau: �Fatimah adalah paling mulianya manusia disisiku, putriku Fatimah, adalah wanita yang terbaik diseluruh jagat raya, sejak pertama kali wanita diciptakan hingga kelak pada akhir zaman, dialah cahaya mata dan buah hatiku.� Fatimah adalah Az-zahra yang namanya selalu harum dan dikenang sepanjang masa dalam kehidupan manusia.[] Wallahu a'lam



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Kesedihan luar biasa meliput Madinah. Gang-gang kota itu benar-benar senyap diliputi kesedihan. Putri kesayangan Rasulullah Saww pada hari itu meninggal dunia. Imam Ali as, suami Sayidah Fatimah Az-Zahra as, tenggelam dalam kesedihan yang luar biasa. Hanya Allah Swt yang mengetahui apa yang terlintas dalam benak Imam Ali as saat istrinya yang juga putri kesayangan Rasululah Saww meninggal dunia.

Saat Rasulullah Saww meninggal dunia, Sayidah Fatimah as benar-benar kehilangan dan sangat sedih. Kondisi pasca wafat Rasulullah Saww, tidaklah ramah. Fenomena inilah yang membuat kesedihan berlarut-larut Sayidah Fatimah Az-Zahra as. Tak lama setelah Rasulullah Saww meninggal dunia, Sayidah Fatimah menyusul ayahnya.

Menjelang wafat Sayidah Fatimah as, anak-anak Imam Ali as menangis memandang ibunda tercinta yang akan menemui ajalnya. Sayidah Fatimah setiap kali membuka matanya, ketenangan hati meliputi anak-anaknya. Kali ini, Sayidah Fatimah Az-Zahra as membuka mata dan meminta Asma, salah satu pendamping setianya, untuk mengambil air untuk berwudhu. Sayidah Fatimah Az-Zahra as berwudhu bersiap-siap menemui kekasih sejatinya, Allah Swt. Sayidah Fatimah memandang anak-anaknya dengan penuh kegelisahan, dan kemudian menyampaikan pesan-pesannya kepada suaminya, Imam Ali as.

Imam Ali as adalah orang yang paling sedih setelah wafatnya Sayidah Fatimah Az-Zahra as. Imam Ali as setiap kali melihat Sayidah Fatimah Az-Zahra as, lupa akan seluruh kegelisahan dunia. Sayidah Fatimah Az-Zahra as benar-benar menjadi sumber kebahagiaan bagi Imam Ali as. Akan tetapi bagi Imam Ali as, kondisi itu akan berubah drastis tanpa kehadiran Sayidah Fatimah Az-Zahra as.

Wasiat Az-Zahra as

Sayidah Fatimah Az-Zahra setelah menyampaikan pesannya kepada Imam Ali as, menutup mata dan menemui kekasih sejatinya, Allah Swt. Imam Ali as saat itu benar-benar kehilangan. Di hadapan jenazah suci Sayidah Fatimah Az-Zahra as, Imam Ali as merintih.

Setelah itu, Imam Ali as menatap wasiat Sayidah Fatimah Az-Zahra as dan membacanya, "Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Ini adalah wasiat putri Rasulullah Saww yang menulis dalam kondisi bersyahadat kepada Allah Swt dan bersaksi bahwa Muhammad Saww adalah utusan Allah Swt, surga dan neraka itu benar-benar ada, hari kiamat pasti akan tiba. Wahai Ali, aku adalah putri Rasulullah Saww. Allah Swt memerintahkanku untuk menikahimu sehingga aku akan mendampingimu di dunia dan akherat. Kamu adalah orang yang lebih layak dari orang lain. Wahai Ali, mandikanlah aku pada malam hari dan kuburkanlah aku pada malam hari itu juga. Jangan beritahukan penguburanku kepada siapapun. Aku pasrahkan kamu kepada Allah Swt dan aku sampaikan salam kepada anak-anakku hingga hari akhir."

Keagungan Az-Zahra as

Terkait kebesaran Sayidah Fatimah Az-Zahra as, Rasulullah Saww bersabda, " Keimanan kepada Allah Swt melekat dalam hati dan jiwa mendalam Az-Zahra as yang mampu menyingkirkan segalanya saat beribadah kepada Allah Swt. Fatimah adalah bagian dari hati dan jiwaku. Barangsiapa yang menyakitinya sama halnya ia menyakitiku dan membuat Allah Swt tidak rela."

Hadis di atas itu diucapkan oleh manusia terbaik di alam semesta dan pilihan Allah Swt, Muhammad Rasulullah Saww. Tak diragukan lagi, keagungan Sayidah Fatimah Az-Zahra as menghantarkan ke derajat yang luar biasa di sisi Rasulullah Saww.

Dalam hadis lain, Rasulullah Saww bersabda, "Putriku yang mulia, Fatimah adalah pemimpin perempuan dunia di seluruh zaman dan generasi. Ia adalah bidadari berwajah manusia. Setiap kali Fatimah beribadah di mihrab di hadapan Tuhannya, cahaya wujudnya menyinari malaikat. Layaknya bintang-gemintang yang bersinar menerangi bumi."

Keutamaan dan keistimewaan yang dimiliki Sayyidah Fatimah as bukan hanya disebabkan ia adalah putri Rasulullah. Apa yang membuat pribadinya menjadi begitu luhur dan dihormati, lantaran akhlak dan kepribadiannya yang sangat mulia. Di samping itu, kesempurnaan dan keutamaan yang dimiliki Sayyidah Zahra as mengungkapkan sebuah hakikat bahwa masalah gender bukanlah faktor yang bisa menghambat seseorang untuk mencapai puncak kesempurnaan. Setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan, memiliki potensi yang sama untuk meraih kesempurnaan.

Kepribadian Sayyidah Fatimah yang begitu mulia, baik secara personal, maupun di lingkungan keluarga dan sosialnya menjadikan dirinya sebagai manifestasi nyata nilai-nilai Islam. Ia adalah contoh manusia teladan, seorang istri dan ibu yang penuh pengorbanan. Ia adalah contoh manusia sempurna yang seluruh wujudnya penuh dengan cinta, iman, dan makrifah.

Jiwa dan pribadi Fatimah mengenal konsepsi kehidupan yang paling luhur di rumah wahyu, di sisi pribadi agung Rasulullah saw. Setiap kali Rasulullah memperoleh wahyu, dengan penuh seksama Sayyidah Fatimah mendengarkan ajaran hikmah yang disampaikan oleh sang Ayah kepadanya. Sebegitu mendalamnya cinta kepada Allah dalam diri Fatimah, sampai-sampai tak ada apapun yang diinginkannya kecuali keridhoan Allah swt. Ketika Rasulullah saw berkata kepadanya, "Wahai Fatimah, apapun yang kamu pinta saat ini, katakanlah. Sebab Malaikat pembawa wahyu tengah berada di sisiku". Namun Fatimah menjawab, "Kelezatan yang aku peroleh dari berkhidmat kepada Allah, membuat diriku tak menginginkan apapun kecuali agar aku selalu bisa memandang keindahan Allah swt".

Az-Zahra as dan Al-Quran


Sayidah Fatimah Az-Zahra juga sangat mencintai Al-Quran. Beliau berkata, " Ada tiga hal yang aku cintai di dunia ini. Ketiga hal itu adalah membaca Al-Quran, memandang wajah Rasulullah Saww dan berinfak di jalan Allah Swt."

Salman Al-Farisi, sahabat besar Rasulullah Saww, meriwayatkan bahwa ia pernah mendapat perintah dari Rasulullah Saww untuk mengerjakan sesuatu di rumah Sayidah Fatimah Az-Zahra as. Ketika tiba di rumah Sayidah Fatimah, saya meminta izin untuk masuk. Saat itu, saya melihat Sayidah Fatimah tengah menggiling gandum sambil membaca Al-Quran.

Pada suatu hari, Imam Ali as masuk ke rumahnya dan mendengar bahwa Sayidah Fatimah Az-Zahra tengah melantunkan ayat yang baru turun kepada Rasulullah Saww. Imam Ali dengan takjub bertanya, "Bagaimana kamu bisa mengetahuinya? Sayidah Fatimah Az-Zahra as menjawab, "Putra kita, Hasan, hari ini membacakan ayat yang baru turun pada Rasulullah Saaw, kepadaku." Sayidah Fatimah Az-Zahra as sangat mencintai ayat-ayat Al-Quran.

Sayidah Fatimah Az-Zahra as dalam khutbah yang disampaikan pasca wafatnya Rasulullah Saww, mengkritisi kondisi yang ada dengan pandangan komprehensif yang bersandarkan pada ayat-ayat Al-Quran. Dalam khutbah itu, Sayidah Fatimah memperingatakan kepada masyarakat bahaya penyimpangan. Di pembukaan khutbah, Sayidah Fatimah Az-Zahra as menjelaskan Al-Quran dan perannya di tengah kehidupan, dan mengatakan, "Allah Swt mempersembahkan kepada kalian sebuah ikatan yang kuat. Itu adalah Al-Quran Berbicara. Al-Quran adalah kitab kebenaran yang memancarkan cahaya dan kitab argumentasi yang mengungkap batin (internal) dan dzahir (eksternal)."

Sayidah Fatimah Az-Zahra as dengan jelas menyatakan bahwa masyarakat, khususnya kalangan cendekia, harus memperhatikan kandungan Al-Quran dan sejarah Rasulullah Saww sebagai sumber utama hukum dan syariat. Untuk itu, Sayidah Fatimah menekankan penyimpulan yang benar dari kitab suci dan hadis. Saat itu, Sayidah Fatimah berupaya menghalangi penyalahgunaan sekelompok orang atas nama agama. Sayidah Fatimah Az-Zahra as menekankan perhatian pada Al-Quran untuk mengantisipasi semua upaya busuk dari sekelompok orang.

Dalam khutbahnya, Sayidah Fatimah Az-Zahra as berkata, "Mengapa kalian tersesat? Padahal ada kitab suci di tengah kalian. Di dalam kitab itu sangatlah jelas berbagai masalah dan hukum-hukumnya. Jalan petunjuk sangat jelas dan peringatan-peringatan pun sangat transparan. Apakah kalian menghendaki Al-Quran? Mengapa kalian mencari penengah selain Al-Quran?

Umur Pendek Az-Zahra as

Di umur pendek, Sayidah Fatimah mengalami berbagai peristiwa. Meski berumur pendek, putri kesayangan Rasulullah Saww mempunyai peran luar biasa. Pesan-pesan yang disampaikan oleh Sayidah Fatimah sarat dengan pesan keluarga, politik dan sosial.

Selain itu, Sayidah Fatimah Az-Zahra as juga mencerminkan seorang hamba yang luar biasa di hadapan Allah Swt. Ibadah yang dirasakannya sama sekali tak tergantikan dengan segala kenikmatan dunia. Dalam riwayat disebutkan, Sayidah Fatimah as dan keluarganya berpuasa tiga hari berturut-turut dan cukup berbuka dengan air karena ingin bersedekah kepada orang-orang miskin. Kehidupan Sayidah Fatimah as penuh dengan kedermawanan. Beliau juga beribadah dari malam hingga pagi. Beribadah kepada Allah Swt merupakan kerinduan tersendiri bagi Sayidah Fatimah Az-Zahra as.

Kehidupan Sayidah Fatimah Az-Zahra dan Imam Ali as sangat sederhana. Meski hidup sederhana, keluarga putri kesayangan Rasulullah Saaw diliputi rasa kebahagiaan yang melimpah. Rumah kecilnya penuh dengan aura spiritual yang juga menjadi tempat bertumpunya orang-orang yang tidak mampu.

Di penghujung umurnya, Sayidah Fatimah Az-Zahra as hanya menyampaikan wasiatnya kepada suaminya, Imam Ali as. Ini menunjukkan ketulusan dan ketaatan Sayidah Fatimah Az-Zahra kepada suaminya, Imam Ali as. Ketulusan dan pengorbanan Sayidah Fatimah Az-Zahra atas suaminya telah menciptakan keluarga ideal dan manusia-manusia besar dalam sejarah manusia.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Imam Shadiq AS bersabda: “Beliau dinamakan Fathimah karena tidak ada keburukan dan kejahatan pada dirinya. Apabila tidak ada Ali AS, maka sampai hari Kiamat tidak akan ada seorangpun yang sepadan dengannya (untuk menjadi pasangannya)”.

Para Imam Ahlu-Bayt AS sangat memuliakan pemilik nama Fathimah tersebut. Salah satu pengikut Imam Jakfar as-Shadiq AS telah dikaruniai seorang anak perempuan, kemudian beliau bertanya kepadanya: “Engkau telah memberikan nama apa kepadanya?”. Ia menjawab: “Fathimah”. Mendengar itu Imam AS bersabda: “Fathimah, salam sejahtera atas Fathimah. Karena engkau telah menamainya Fathimah maka hati-hatilah. Jangan sampai engkau memukulnya, mengucapkan perkataan buruk kepadanya, dan muliakanlah ia.”
Wanita mulia nan agung yang menjadi kekasih Allah dan Rasul-Nya itu bernama Fathimah. Keagungannya telah dinyatakan oleh manusia termulia dan makhluk Allah teragung, Muhammad SAW yang segala pernyataannya tidak mungkin salah. Pada kesempatan ini, kita akan melihat beberapa sebutan mulia bagi wanita agung tersebut, disamping banyak nama dan sebutan lagi yang disematkan pada pribadi kekasih Allah dan Rasul-nya itu. Di antaranya ialah;

FATHIMAH

Syaikh Shaduq dalam kitab “I’lall Asy-Syara’i” dan Allamah al-Majlisi dalam kitab “Bihar al-Anwar” telah menukil riwayat dari Imam Jakfar bin Muhammad as-Shadiq AS, bahwasanya beliau bersabda: “Sewaktu Sayidah Fathimah Zahra AS terlahir, Allah SWT memerintahkan para malaikat untuk turun ke bumi dan memberitahukan nama ini kepada Rasulullah. Maka Rasulullah SAW pun memberi nama Fathimah kepadanya.” (Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 13)

Dari segi bahasa ’fathama’ berarti “anak yang disapih dari susuan”. Dalam sebuah riwayat dari Imam Muhammad bin Ali al-Baqir AS telah dinyatakan bahwa, setelah kelahiran Fathimah Zahra AS, Allah SWT berfirman kepadanya: “Sesungguhnya aku telah menyapihmu dengan ilmu, dan menyapihmu dari kototan (Inni fathamtuki bil ilmi wa fathamtuki a’nith thomats)”. Hal ini seperti seorang bayi sewaktu disapih dari susu maka ia memerlukan makanan lain sebagai penggantinya. Dan Sayidah Fathimah Zahra AS setelah disapih, sedang makanan pertamanya berupa ilmu.” (Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 13)

Imam Ali bin Musa ar-Ridho AS telah meriwayatkan hadis dari ayahnya, dimana ayahnya telah meriwayatkan dari para leluhurnya hingga sampai ke Rasulullah SAW, bahwasanya beliau bersabda: “Wahai Fathimah, tahukan engkau kenapa dinamakan Fathimah?”. Kemudian Imam Ali AS bertanya: “Kenapa wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Karena ia dan pengikutnya akan tercegah dari api neraka”. (Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 14). Atau dalam riwayat lain beliau bersabda: “Karena terlarang api neraka baginya dan para pecintanya”.( Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 15)

Imam Ali bin Abi Thalib AS bersabda, “Aku telah mendengar Rasulullah bersabda: “Ia dinamakan Fathimah karena Allah SWT akan menyingkirkan api neraka darinya dan dari keturunannya. Tentu keturunannya yang meninggal dalam keadaan beriman dan meyakini segala sesuatu yang diturunkan kepadaku.” (Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 18-19)

Imam Shadiq AS bersabda: “Beliau dinamakan Fathimah karena tidak terdapat keburukan dan kejahatan pada dirinya. Apabila tidak ada Ali AS maka sampai hari Kiamat tidak akan ada seorangpun yang sepadan dengannya (untuk menjadi pasangannya)”. (Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 10)

Dalam beberapa sumber telah dijelaskan bahwa nama Fathimah merupakan nama yang sangat disukai oleh para Maksumin (Ahlu-Bayt) AS. Para Imam Ahlu-Bayt AS sangat memuliakan pemilik nama tersebut. Salah satu pengikut Imam Shadiq AS telah dikaruniai seorang anak perempuan, kemudian beliau bertanya kepadanya: “Engkau telah memberikan nama apa kepadanya?”. Ia menjawab: “Fathimah”. Mendengar itu Imam AS bersabda: “Fathimah, salam sejahtera atas Fathimah. Karena engkau telah menamainya Fathimah, maka hati-hatilah jangan sampai memukulnya, mengucapkan perkataan buruk kepadanya, dan muliakanlah ia.”

Salah seorang pengikut Imam Shadiq AS berkata: “Pada suatu hari dengan raut muka sedih, aku telah menghadap Imam Shadiq AS. Beliau bertanya: “Kenapa engkau bersedih?”. Aku menjawab: anakku yang terlahir adalah perempuan. Beliau bertanya kembali: “Engkau beri nama apa ia?”. Aku menjawab: “Fathimah”. Beliau kembali berkata: “Ketahuilah jika engkau telah menamainya Fathimah, janganlah engkau berkata buruk kepadanya dan janganlah memukulnya”.”(Wasa’il as-Syi’ah jilid 15 halaman 200)

ZAHRA

Zahra, artinya ialah “yang bersinar” atau “yang memancarkan cahaya”. Imam Hasan bin Ali al-Askari (imam ke-11) bersabda: “Salah satu sebab Sayidah Fathimah dinamai az-Zahra karena tiga kali pada setiap hari beliau akan memancarkan cahaya bagi Imam Ali AS.” (Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 11) Memancarkan cahaya bagaikan matahari pada waktu pagi, siang dan terbenam matahari.

Dalam riwayat lain Imam Shadiq AS bersabda: “Sebab Sayidah Fathimah dinamakan Zahra karena akan diberikan kepada beliau sebuah bangunan di surga yang terbuat dari yaqut merah. Dikarenakan kemegahan dan keagungan bangunan tersebut maka para penghuni surga melihatnya seakan sebuah bintang di langit yang memancarkan cahaya, dan mereka satu sama lain saling mengatakan bahwa bangunan megah bercahaya itu dikhususkan untuk Fathimah AS.”

Dalam riwayat lain dikatakan bahwa, orang-orang telah bertanya kepada Imam Shadiq AS: “Kenapa Fathimah AS dinamakan Zahra?” Beliau menjawab: “Karena sewaktu beliau berada di mihrab (untuk beribadah) cahaya memancar darinya untuk para penghuni langit, bagaikan pancaran cahaya bagi para penghuni bumi.” (Namha wa Alqaab Hadzrate Fathimah Zahra halaman: 22)

UMMU ABIHA

Panggilan kesayangan bagi Sayidah Fathimah. adalah Ummu Abiha (ibu dari ayahnya). Dia adalah puteri yang mulia dari pemimpin para makhluq, Rasulullah SAW, Abil Qasim, Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim.
Fatimah a.s. memperlakukan Rasul SAWW lebih dari perlakuan seorang ibu terhadap anaknya, sebagaimana Rasul SAWW mencintai dan menghormati Az-Zahra’ lebih dari penghormatan seorang anak terhadap ibunya. Sirah Nabawi mengingatkan kita akan sikap Rasul SAWW saat ditemui Az-Zahra’. Beliau berdiri menyambut, menyalami, mencium, dan mendudukkannya di sisi beliau, serta menemaninya dengan seluruh jiwa.
Ketika Nabi SAW terluka dalam Perang Uhud, Sayidah Fathimah keluar dari Madinah menyambutnya dan menghampiri ayahnya agar hatinya tenang. Ketika melihat luka-lukanya, Fathimah langsung memeluknya. Dia mengusap darah darinya, kemudian mengambil air dan membasuh mukanya. Betapa indah situasi di mana hati Muhammad SAW berdenyut menunjukkan cinta dan sayang kepada puterinya itu. Seakan-akan kulihat Az-Zahra’ a.s. berlinang air mata dan berdenyut hatinya dengan cinta dan kasih sayang.


MUHADDATSAH

Muhaddatsah, artinya ialah “orang yang malaikat berbicara dengannya”. Telah dijelaskan bahwasanya para malaikat dapat berbicara dengan selain para nabi atau para rasul. Dan orang-orang selain para nabi dan rasul itu dapat mendengar suara dan melihat para malaikat. Sebagaimana dalam al-Qur’an disebutkan bahwa Allah SWT telah menjelaskan bahwasanya Mariam bin Imran AS (bunda Maria) telah melihat malaikat dan berbicara dengannya. Hal ini telah disinyalir dalam surah al-Imran ayat 42, “Dan (Ingatlah) ketika malaikat (Jibril) berkata: “Hai Maryam, Sesungguhnya Allah Telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu).”

Dalam sebuah riwayat Imam Shadiq AS bersabda: “Fathimah dijuluki muhaddatsah karena para malaikat selalu turun kepadanya, sebagaimana mereka memanggil Mariam AS, berbicara dengannya, dan mereka mengatakan: “Wahai Fathimah, sesungguhnya Allah SWT telah memilihmu, mensucikanmu dan memilihmu atas perempuan seluruh alam”. Para malaikatpun menyampaikan kepada Fathimah Zahra AS tentang hal-hal yang akan terjadi di masa mendatang, raja-raja yang akan berkuasa, dan hukum-hukum Allah SWT. Fathimah Zahra AS meminta kepada Imam Ali AS untuk menulis semua perkara yang telah disampaikan para malaikat kepadanya. Serta jadilah kumpulan tulisan tersebut dinamakan dengan mushaf Fathimah”. (Bihar al-Anwar jilid 43)

Imam Shadiq AS telah berkata kepada Abu Bashir: “Mushaf Fathimah berada pada kami. Dan tiada yang mengetahui tentang isi mushaf tersebut….mushaf tersebut berisikan hal-hal yang telah diwahyukan Allah SWT kepada ibu kami, Fathimah Zahra AS.” (Bihar al-Anwar jilid 43, Fathimah az-Wiladat to Syahadat halaman 111)

MARDHIYAH

Mardiyah, artinya ialah “orang yang segala perkataan dan perilakunya telah diridhoi Allah SWT”. Adapun sebab beliau dijuluki dengan julukan mardiyah karena bersumber pada beberapa hadis yang telah disampaikan Rasulullah SAW berkaitan dengan kedudukan Sayidah Fathimah Zahra AS, dimana beliau telah bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT murka atas murka-mu dan ridho atas keridhoan-mu.” (Riwayat dengan kandungan seperti ini bisa didapati pada beberapa sumber seperti, Mustadrak ash-Shahihain jilid 3 halaman 153, Kanzul Ummal jilid 6 halaman 219, Mizan al-I’tidal jilid 2 halaman 72, Dzakhairu al-‘Uqba halaman 39)

Catatan: Tentunya hadis-hadis Rasulullah tentang Sayidah Fathimah Zahra AS itu bukanlah berasal dari hawa nafsu dan atas dasar nepotisme seorang ayah terhadap anaknya. Karena sebagaimana yang telah dijelaskan dalam al-Qur’an beliau tidak mengatakan sesuatu berdasarkan hawa nafsu sebagaimana yang telah dijelaskan dalam al-Qur’an: “ Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya.” (QS an-Najm:3). Maka hadis-hadis itu sebagai bukti akan keistimewaan Fathimah Zahra AS dimata Allah dan Rasul-Nya.

SIDDIQAH KUBRA

Shiddiqah, artinya ialah “seorang yang sangat jujur”, orang yang tidak pernah berbohong. Atau orang yang perkataannya membenarkan prilakunya. (Lisanul Arab dan Taajul Aruus)

Pada waktu menjelang kepergian (wafat) Rasulullah SAW, beliau berkata kepada Ali AS: “Aku telah menyampaikan berbagai masalah kepada Fathimah. Benarkan (percayailah) segala yang disampaikan Fathimah, karena ia sangat jujur.” (Bihar al-Anwar jilid 22 halaman 490)

Dalam sebuah hadis bahwasanya Ummulmukminin Aisyah berkata: “Tidak aku dapatkan seseorang yang lebih jujur dari Fathimah, selain ayahnya.” (Hilyatul Auliya’ jilid 2 halaman 41 dan atau Mustadrak as-Shahihain jilid 3 halaman 16)

Dan kedudukan ini (Shiddiqiin) berada pada tingkatan para nabi, syuhada dan shalihin sebagaimana yang telah disinyalir al-Qur’an: “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh, dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS An-Nisa : 6

Rasulullah SAW berkata kepada Imam Ali AS: “Tiga hal berharga telah dihadiahkan kepadamu, dan tidak seorangpun yang mendapatkannya termasuk aku; Engkau memiliki mertua seorang rasul, sementara aku tidak memiliki mertua sepertimu. Engkau memiliki istri yang sangat jujur (shiddiqqah) seperti putriku, sementara aku tidak memiliki istri sepertinya. Engkau dikaruniai anak-anak seperti Hasan dan Husein, sementara aku tidak dikaruniai anak-anak seperti mereka. Namun demikian engkau berasal dariku dan aku berasal darimu.” (Ar-Riyadhu an-Nadrah jilid 2 halaman 202)

RAIHANAH

Dalam sebuah riwayat berkaitan dengan putrinya, Rasulullah SAW bersabda: “Fathimah merupakan wewangianku. Ketika aku merindukan bau surga maka aku akan mencium Fathimah”. (Bihar al-Anwar jilid 35 halaman 45, dan kandungan hadis semacam ini pun bisa didapati dalam tafsir Ad-Durrul Mansur Suyuthi)

BATHUL

Ibnu Atsir dalam karyanya yang berjudul “An-Nihayah” menyatakan: “Kenapa Fathimah dijuluki Al-Bathul? Karena beliau dari segi keutamaan, agama, dan kehormatan lebih dari para perempuan yang ada pada zamannya. Atau karena beliau telah memutuskan hubungannya dengan dunia dan hanyalah mencari kecintaan Allah SWT.” (Hadis dengan redaksi semacam ini juga dapat kita jumpai pada kitab-kitab seperti; Maanil Akhbar hal 54, Ilalu Asy-Syarai’ hal 181, Yanaabi’ al-Mawaddah hal 260)

Dalam kitab “al-Manaqib” pada jilid 3 halaman 133 dijelaskan bahwa seseorang telah bertanya kepada Rasulullah; “Kenapa seseorang dijuluki al-Bathul? Beliau menjawab: “Yaitu perempuan yang tidak keluar darinya darah haid. Sesungguhnya hal itu tidak layak bagi para putri para nabi (lain).” (Al-Manaqib jilid 3 halaman 133, Al-awalim jilid 6 halaman 16)

RASYIDAH

Rasyidah, artinya ialah “wanita yang telah dianugrahi petunjuk”, selalu berada dalam kebenaran dan pemberi petunjuk bagi yang lain. Rasulullah SAW telah memberikan julukan ini kepada putrinya, Fathimah AS. Dalam sebuah riwayat telah dijelaskan bahwasanya Imam Ali AS bersabda: “Beberapa saat sebelum kepergian Rasulullah (wafat), beliau telah memanggilku. Beliau bersabda kepadaku dan Fathimah: “Ini hanutku (ialah kapur barus yang dioleskan ke anggota sujud seorang jenazah, red) yang telah dibawakan Jibril dari surga untukku. Beliau telah menitip salam untuk kalian berdua dan berkata: “Engkau harus membagikan hanut ini, dan ambillah untukmu. Pada saat itu Fathimah AS berkata: “1/3-nya untuk engkau wahai ayahku. Sedang sisanya, biarlah Ali sendiri yang memutuskannya”. Mendengar itu Rasulullah menangis dan memeluk putrinya seraya bersabda: “Engkau adalah wanita yang telah dianugrahi taufiq (pertolongan khusus) dan rasyidah (petunjuk) yang telah mendapatkan ilham dari-Nya, dan mendapatkan petunjuk dari-Nya. Pada saat itu pula Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Ali, katakan padaku tentang sisa hanut tersebut”. Aku (Ali) berkata: “Setengah dari yang tersisa ialah untuk Zahra (Fathimah). Dan berkaitan dengan sebagian lainnya apa perintahmu, ya Rasulullah?”. Rasulullah SAW bersabda: “Sisanya untukmu, maka peliharalah.” (Bihar al-Anwar jilid 22 halaman 492)

HAURA INSIYAH (bidadari berbentuk manusia)

Sebelum Rasul melakukan salah satu mi’rajnya(dari beberapa riwayat disebutkan Rasulullah tidak melakukan mi’raj sekali saja, bahkan berkali-kali red), Atas perintah Allah SWT, beliau tidak diperkenankan untuk menemui (mengumpuli) istrinya selama 40 hari. Dan pada hari terakhir beliau dalam mi’raj-nya memakan buah-buahan seperti; kurma dan apel yang berasal dari surga. Seusai beliau memakan buah-buahan yang berasal dari surga itu lantas beliau menemui (mengumpuli) istrinya Sayidah Khadijah AS. Dan dari nutfah (sperma) yang berasal dari buah-buahan surga itulah, Sayidah Khadijah AS mengandung janin Sayidah Fathimah Zahra AS. Oleh karena itu, Sayidah Fathimah Zahra AS dijuluki ‘haura Insiyah’ (bidadari berbentuk manusia). (Tafsir Furat Kufi halaman 119, Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 18, riwayat-riwayat semacam inipun bisa didapati dalam sumber-sumber Ahlusunah seperti; Ad-Durrul Mansur, Mustadrak Shahihain, Dzakhairu al-Uqbah, Tarikh Bagdadi dsb)

Haura insiyah, artinya ialah “bidadari yang berbentuk manusia”, para wanita surga dinamakan bidadari karena putih dan hitam matanya sangat elok dan menarik sekali. Oleh karena itu, seorang wanita yang memiliki mata yang sangat elok seperti bidadari, dijuluki bidadari. (Bihar al-Anwar jilid 43 halaman 5)

THAHIRAH

Thahirah berarti yang “suci atau maksum dari dosa dan kesalahan”. Hal ini karena beliau telah disucikan dari salah dan dosa, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam al-Qur’an surah al-Ahzab ayat 33, “… Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”

Berdasarkan ayat di atas Allah SWT telah mensucikan Ahlu-Bayt Nabi SAW. Dan salah satu dari Ahlu-Bayt Nabi SAW tersebut adalah Sayidah Fathimah AS. Ayat di atas diturunkan berkaitan dengan “Ashhabul Kisa” (penghuni kain), yaitu Rasulullah, Imam Ali, Sayidah Fathimah Zahra, Imam Hasan dan Imam Husein. Hal ini dapat dirujuk dalam berbagai sumber seperti, Tafsir at-Thabari, Tafsir Ad-Durrul Mansur, Tarikh al-Bagdadi, Tafsir al-Kasyaf, Usudul Ghabah…



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

a. Ilmu Fathimah a.s

Fathimah a.s. dari semenjak lahir telah mempelajari ilmu pengetahuandari sumber wahyu. Rahasia-rahasia ilmu pengetahuan yang dimilikinyaadalah hasil diktean sang ayah dan ditulis oleh suaminya tercinta, ImamAli a.s. Setelah itu, ia mengumpulkannya dalam bentuk sebuah mushafyang akhirnya dikenal dengan nama Mushaf Fathimah a.s.

b. Mendidik Orang Lain

Dengan menjelaskan hukum dan pengetahuan-pengetahuan Islam, Fathimaha.s. telah berhasil memperkenalkan para wanita pada masa itu dengankewajiban-kewajiban mereka. Fidhdhah, salah seorang murid dan hasildidikannya selama dua puluh tahun tidak berbicara kecuali Al Quran danjika ia hendak menerangkan sesuatu, ia menjelaskannya dengan membacaayat-ayat Al Quran.

Suatuhari seorang wanita menghadap Fathimah a.s. seraya bertanya: “Sayamemiliki seorang ibu yang sudah tua dan sering mengerjakan shalatdengan keliru. Ia menyuruhku untuk bertanya kepada Anda berkenaandengan permasalahan tersebut”. Ia pun menjawab pertanyaan tersebut.Wanita itu mengulangi pertanyaan yang sama sebanyak sepuluh dan ia punmenjawab setiap pertanyaannya tersebut. Akhirnya, wanita itu merasamalu dan berkata: “Saya tidak akan mengganggu Anda lagi”. Fathimah a.s.menjawab: “Tidak apa-apa. Datanglah kemari dan tanyakanlah segalapermasalahanmu. Berapa kali pun engkau bertanya, aku tidak akan marah.Aku pernah mendengar ayahku bersabda: “Pada hari kiamat ulama pengikutkami akan dibangkitkan dan mereka akan dianugerahi kedudukan yangtinggi sesuai dengan kadar ilmu yang mereka miliki. Pahala mereka akandisesuaikan dengan kadar usaha yang telah mereka lakukan dalammemberikan petunjuk kepada hamba-hamba Allah”.

c. Ibadah Fathimah a.s.

Fathimaha.s. mengkhususkan sebagian waktu di malam hari untuk beribadah. Karenalamanya berdiri ketika mengerjakan shalat malam, akhirnya kakinyamembengkak. Hasan Al-Bashri (wafat 110 H.) pernah berkata: “Tidak adaseorang pun dari umat ini dari segi zuhud, ibadah dan takwa yangmelebihi Fathimah a.s.”.

d. Sebuah Kalung yang Penuh Berkah

Suatu hari Rasulullah SAWW duduk di masjid dan dikelilingi oleh parasahabat. Tidak lama kemudian seorang tua bangka dengan pakaiancompang-camping datang menghampiri mereka. Usia tua dan kelemahanbadannya telah merenggut segala kekuatan yang dimilikinya. RasulullahSAWW menghampirinya seraya bertanya tentang keadaannya. Ia menjawab:“Wahai Rasulullah, aku adalah seorang papa dan lapar, berikanlah akumakanan. Aku telanjang, berikanlah kepadaku pakaian. Aku hidupmenderita, tolonglah aku”. Rasulullah SAWW menjawab: “Aku sekarangtidak memiliki sesuatu (yang dapat kuberikan kepadamu). Akan tetapi,orang yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, sebenarnya ia jugamemiliki saham dalam kebaikan tersebut”.

Setelah berkata demikian, Rasulullah SAW menyuruhnya untuk pergi kerumah Fathimah a.s. Ia pergi ke rumahnya dan sesampainya di sana iamenceritakan segala penderitaannya. Ia menjawab: “Aku pun sekarangtidak memiliki sesuatu (yang dapat kuberikan kepadamu)”. Setelahberkata demikian, ia melepas kalung yang dihadiahkan oleh putri Hamzahbin Abdul Muthalib kepadanya dan memberikannya kepada pria tua ituseraya berkata: “Juallah kalung ini, insya-Allah engkau akan dapatmemenuhi kebutuhanmu”.

Setelahmengambil kalung tersebut pria tua itu pergi ke masjid. Rasulullah SAWWmasih duduk bersama para sahabat kala itu. Pria tua itu berkata: “WahaiRasulullah, Fathimah memberikan kalung ini kepadaku untuk dijual demimemenuhi segala kebutuhanku”. Rasulullah terisak menangis. Amar Yasirberkata: “Wahai Rasulullah, apakah Anda mengizinkan kalung ini kubeli?”“Siapa yang membelinya, semoga Allah tidak mengazabnya”, jawabRasulullah SAWW singkat.

Amar Yasir bertanya kepada pria tua itu: “Berapa kamu maumenjualnya?” “Aku akan menjualnya seharga roti dan daging yang dapatmengenyangkanku, pakaian yang dapat menutupi badanku dan 10 Dinarsebagai bekalku pulang menuju rumahku”, jawabnya pendek.

Amar Yasir berkata: “Kubeli kalung ini dengan harga 20 Dinar emas,makanan, pakaian dan kuda (sebagai tungganganmu pulang)”. Ia membawapria tua itu ke rumahnya, lalu diberinya makan, pakaian, kuda dan 20Dinar emas yang telah disepakatinya. Setelah mengharumkan kalungtersebut dengan minyak wangi dan membungkusnya dengan kain, ia berkatakepada budaknya: “Berikanlah bungkusan ini kepada Rasulullah, dan akujuga menghadiahkanmu kepada beliau”.

Rasulullah SAWW akhirnya menghadiahkan kalung dan budak tersebutkepada Fathimah a.s. Fathimah a.s. mengambil kalung tersebut danberkata kepada budak itu: “Aku bebaskan engkau di jalan Allah”. Budakitu tersenyum. Fathimah a.s. menanyakan mengapa ia tersenyum. Iamenjawab: “Wahai putri Rasulullah, kalung ini yang membuatku tersenyum.Ia telah mengenyangkan orang yang kelaparan, memberikan pakaian kepadaorang-orang yang tak berpakaian, menjadikan orang fakir kaya,memberikan tunggangan kepada orang yang tidak punya tunggangan,membebaskan budak dan akhirnya ia kembali pemilik aslinya”.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Wahai Bunda
************

Hembusan angin yang membawa duka……

Hatipun luluh dan terluka…..

Kesedihan yang tiada tara….

Tangisan yang tiada habisnya…..

Telah pergi Ibunda tercinta……

Wanita suci Fatimah Azzahra……

Kepergiannya untuk selama lamanya….

Bumi pun menjadi gelap tanpa cahayanya……

Bunga pun layu tanpa kasihnya….

Hati pun lemah tanpa cintanya……

Wahai bunda.....

Mengapa engkau pergi meninggalkan kami semua......

Dan merahasiakan tempat engkau dikubur di Dunia......

Sehingga kami tak mampu datang untuk berziarah ataupun berdo'a.....

Apa salah kami!!!!........

Sehingga engkau pergi……dan tak ingin bertemu dengan kami…..

Engkau telah meninggalkan kami sendiri…..

Dan menolak kami tuk datang ketempat kuburan sucimu saat ini......

Wahai Bunda cahaya hati......

Apakah karena dosa kami yang begitu banyak sekali…..

Sehingga dosa ini menjadi penghalang bagi kami…..

Untuk bertemu walaupun hanya sekali…….

Jika demikian maafkan lah kami…..maafkan lah segala kesalahan kami….

Karena jiwa ini tak dapat hidup tanpa bertemu denganmu Bunda pujaan hati.....




Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Sayyidah Fatimah Az-Zahra (as) wafat 6 bulan setelah ayahnya, Rasulullah Saw wafat. Sedangkan Abu Bakar wafat 2 1/2 tahun setelahnya dan Umar wafat pada 24 Hijriyah. Meskipun Abu Bakar dan Umar wafat jauh setelah wafatnya Sayyidah Fatimah (as) tetapi mengapa jasad Sayyidah Fatimah tidak dikuburkan di sebelah makam ayahnya yang sangat dicintainya, namun mengapa kedua sahabat ini justru bisa dimakamkan di samping Rasulullah Saw? Apakah mungkin Sayyidah Fatimah sendiri yang meminta agar dia dimakamkan jauh dari ayah yang sangat dicintainya itu? Jika benar begitu, mengapa?

Bukankah Rasulullah Saw teramat sangat mencintai putrinya ini, sampai-sampai Rasulullah Saw bersabda, “Fatimah adalah bagian dari diriku. Maka barangsiapa yang membuatnya marah berarti ia telah membuat marah diriku!”

(Shahih Bukhari) 1]

Dalam hadits lainnya Rasulullah saw bersabda, “Fatimah adalah belahan jiwaku, aku menjadi susah karena sesuatu yang membuatnya susah dan aku berbahagia karena sesuatu yang membuatnya bahagia..” (Hadits Riwayat Ahmad bin Hanbal dan Al-Hakim) 2]

Dalam hadits lainnya Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Fatimah adalah darah dagingku. Barangsiapa yang menyakitinya berarti ia menyakitku.” (H.R Al-Hakim)

Hadits lainnya yang juga populer di mana Rasul Saw bersabda, “Sesungguhnya Fatimah merupakan bagian dari diriku, aku merasa sakit sebab sesuatu yang menyakitinya. Dan aku akan marah karena sesutu yang membuatnya marah pula.” (H.R. Ahmad, Turmidzi, Al-Hakim dan Al-Thabrani, dengan sanad-sanad yang shahih)

Apakah pernyataan-pernyataan Nabi saw ini sekadar ungkapan sentimen personal beliau? Tentu saja tidak, karena Allah SwT berfirman, “Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya.” (Al-Quran Surah Al-Najm [53]: 3)

Bahkan diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda kepada putri tercintanya, Fatimah : “Sesungguhnya Allah ridha karena keridhaanmu dan Allah murka karena kemarahanmu!” (H.R Al-Thabrani) 3]

Lalu mengapa putri tercinta Nabi Saw ini tidak dikuburkan di samping makam ayahnya, Rasulullah Saw, padahal Sayyidah Fatimah sendiri sangat mencintai ayahnya? Lalu mengapa Abu Bakar & Umar bisa dimakamkan disamping makam Rasulullah Saw, padahl mereka wafat jauh setelah Sayyidah Fatimah wafat? Ada apa? Apa yang telah terjadi di masa itu?

(Coba Anda lihat hadits : Shahih al-Bukhari Jilid 5, hadits nomor: 546).

Catatan Kaki:

1] Shahih Bukhari, Jil. 5, hadits no. 61.

2] Thabrani juga meriwayatkan hadits yang serupa dengan lafadz yang sedikit berbeda.

3] Sanad hadits ini hasan.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

MUKADDIMAH

Seorang Muslimah yang tidak mengenal dan mencintai Fatimah Az Zahra putri Rasulullah, harus dipertanyakan keimanannya. Bagaimana tidak Az Zahra adalah putri yang sangat dicintai dan mencintai Rasulullah. Oleh karenanya sering keluar dari lisan Rasulullah kata kata yang mengandung arti bahwa apa yang membuat Fatimah marah otomatis membuat beliau marah. Bahkan pada akhir hayatnya Rasulullah sempat membisiki Az Zahra bahwa ia pemimpin wanita ahli surga. Tapi siapa sangka apabila kehidupan sang putri diwarnai oleh kesengsaraan. Kesabaran dan keridhoannya dalam menerima apa yang diberikan Allah lah yang membuat ia pantas menyandang gelar wanita terbaik.

Maka tak ada salahnya, apabila pada kesempatan ini kita mengenang kembali Az Zahra, dengan harapan bisa menjadi motivasi bagi kita untuk memperbaiki diri.

Fatimah Az Zahra, putri Rasulullah SAW.

Fatimah Az Zahra adalah anak perempuan ke empat pasangan Rasulullah dan Ummul mu'minin Khadijah. (Rasulullah dan Siti Khadijah dikaruniai empat orang putri; Zeinab, Raqayyah, Ummi Kultsum dan Fatimah). Fatimah dilahirkan ketika kaum quraisy merenovasi ka'bah (pada saat itu Rasulullah yang dikenal dengan julukan Al Amin –orang yang dipercaya-berhasil menggagalkan peperangan antara kelompok quraisy).Tepatnya 20 jumadil akhir lima tahun sebelum bi'tsah (turun wahyu kepada rasulullah).

Dalam beberapa riwayat dijelaskan bahwasanya Fatimah adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah (kelak setelah lahirnya Hasan bin Abi Thalib bin Fatimah bin Muhammad, Hasanlah orang yang paling mirip dengan Rasulullah), di antaranya adalah apa yang dikatakan 'Aisyah: "Tidak ada yang mirip Rasulullah dalam cara berjalan dan bertutur kata kecuali Fatimah", Dalam riwayat lain Ummul Mu'minin Ummu Salamah mengatakan: "Fatimah bintu Rasulillah adalah orang yang paling mirip wajahnya dengan Rasulullah." Hal ini ditegaskan oleh Anas bin Malik dalam salah satu riwayatnya: "Fatimah sangat mirip dengan Rasulullah, kulitnya putih dan berambut hitam."

Fatimah, memiliki banyak julukan, julukannya yang paling masyhur adalah Az Zahra yang artinya bercahaya,berkilau. Ulama berbeda pendapat dalam sebab dijulukinya Az Zahra, ada yang mengatakan karena Fatimah adalah bunga Rasulullah, yang lain mengatakan karena fatimah berkulit putih, pendapat ketiga mengatakan karena apabila fatimah beribadah dalam mihrabnya (musholah) maka cahayanya menerangi mahkluq yang ada di langit seperti halnya cahaya bintang menerangi makhluq yang ada di bumi. Selain Az Zahra, fatimah mendapat julukan Ash Shiddiqah (orang yang percaya), Al Mubarakah, At Thahirah, Az Zakiyyah, Ar Radhiyah, Al Murdhiyyah.

Di samping julukan-julukan di atas, Fatimah mendapat julukan Al butul, sebagaimana Siti Maryam mendapat julukan tersebut. Yang dimaksud dengan al butul di sini adalah memutuskan hubungan dengan dunia untuk beribadah kepada Allah.

Julukan yang tidak kurang istimewanya dari julukan-julukan di atas adalah julukan ibu dari bapaknya "ummu abiha" Para ulama berusaha menafsirkan julukan ini dengan berbagai penafsiran di antaranya:
1. Fatimah adalah anak bungsu Rasulullah SAW. Dan ialah satu-satunya anak Rasulullah yang tinggal bersama Rasulullah setelah Khadijah wafat. Maka ialah yang menggantikan ibunya menyediakan keperluan Rasulullah SAW. Oleh karena itu Fatimah dijuluki "ummu abiha".
2. Dijuluki "ummu abiha", karena Rasulullah melalui wahyu sudah mengetaui bahwa hanya Fatimah lah di antara putra putrinya yang akan meneruskan keturunannya.
3. Dijuluki Rasulullah "ummu abiha", karena sama namanya denagn ibu asuh Rasulullah Fatimah binti Asad.

Fatimah Az Zahra, anak teladan

Tak sedikit riwayat yang menegaskan keistimewaan Fatimah di hati Rasulullah, di antaranya adalah riwayat yang menceritakan ketika Rasul mengajak keluarganya untuk memeluk Islam, dalam khutbahnya yang masyhur Rasulullah memilih Fatimah di antara putri-putrinya yang lain. Ketika itu ia berseru "Ya Fatimah binti Muhammad mintalah padaku apa yang kamu mau, tapi kelak di hadapan Allah aku tidak bisa berbuat apa-apa untukmu." Atau dalam riwayat lain ketika Rasulullah mendengar kaum Muslim tidak melakukan hukuman potong tangan karena yang melakukan pencurian berasal dari pembesar Quraisy, Rasulullah menyatakan statemennya yang spektrakuler: "Apabila Fatimah binti Muhammad mencuri maka akan aku potong tangannya." Dua peristiwa ini sebagai bukti begitu dekatnya fatimah di hati Rasulullah SAW.

Apakah dengan demikian Fatimah menjadi anak manja dan besar kepala? Tidak ada waktu bagi seorang putri Rasulullah untuk bermanja, bayangkan di usianya yang baru menginjak 12 tahun Fatimah sudah mengalami apa yang kita kenal dengan embargo ekonomi dan sosial kaum quraisy terhadap kaum Muslimin. Selama tiga tahun ia mengalami kelaparan yang sangat dan menyaksikan bagaimana kaum muslimin meninggal satu demi satu untuk mempertahankan aqidahnya.

Belum lagi ia menikmati berakhirnya embargo yang dilakukan kaum Quraisy, ia harus kehilangan kakek yang dicintainya, Abu Thalib, motivator dakwah ayahnya, Rasulullah. Yang menambah kesedihannya adalah Abu Thalib wafat dalam keadaan musyrik menolak untuk masuk Islam. Tidak cukup duka yang menimpa gadis kecil Fatimah, tak lama kemudian ibunda Khadijah dipanggil oleh Sang Pencipta. Setelah puas menangis dengan penuh kesabaran ia menggantikan posisi ibunya dalam menyiapkan segala keperluan Rasulullah SAW.

Walaupun Fatimah berusaha semaksimal mungkin untuk mengurus segala keperluan Rasulullah, tapi ia menyadari bahwa Rasulullah memerlukan pendamping, tempat berbagi suka dan duka. Oleh karenanya ketika Rasulullah menikah lagi, ia tidak menentang sedikitpun dengan apa yang dilakukan Rasulullah SAW.

Fatimah, sebagaimana disinggung di atas adalah anak kesayangan Rasulullah, sering Rasulullah mengatakan bahwa: "Fatimah adalah bagian dariku, apa yang membuatnya marah maka membuatku marah" (HR. Bukhari, Turmudzi, Ahmad, Hakim). Demikian sebaliknya,sebagai anak berbakti Fatimah selalu berusaha untuk melakukan apa yang membuat ayahnya senang. Pernah suatu hari Fatimah berkunjung ke rumah ayahnya, Rasulullah, ketika itu ia memakai seuntai kalung emas –hanya seuntai kalung sementara wanita yang lain waktu itu memakai jauh lebih banyak darinya- ia tidak tahu kalau hal itu akan membuat Rasulullah marah. Ketika keduanya tengah bercengkrama, pandangan Rasulullah tertuju pada kalung yang dikenakan Fatimah. Air muka Rasulullah langsung berubah dan beliau langsung membisu. Fatimah mengerti dan minta izin. Sepanjang perjalanan ia berfikir dan menyimpulkan bahwa Rasulullah marah kepadanya karena ia mengenakan kalung emas, Fatimah memutuskan untuk menjual kalung tersebut dan asil penjualannya akan ia belikan seorang budak untuk membantu pekerjaannya. Tapi keberadaan budak tersebut di rumahnya akan selalu mengingatkan Rasulullah SAW. Bahwa itu hasil penjualan kalung emas yang menyebabkan kemarahannya. Akhirnya untuk mendapatkan ridho ayahnya ia memutuskan untuk membeli budak dengan hasil penjualan kalung dan membebaskan budak tersebut.

Setelah itu pergilah Az Zahra mengunjungi Rasulullah, Rasulullah langsung mencari-cari kalung yang dikenakan Fatimah ketika kunjungannya terakhir tetapi ia tidak menemukannya. Belum sempat Rasulullah bertanya, Fatimah mendahului menjelaskan apa yang ia lakukan dengan kalungnya. Wajah Rasulullah langsung berubah cerah dan sumringah setelah mendengar apa yang dituturkan Fatimah. Maka keluarlah ucapan Rasulullah untuk Fatimah: Anti bintu abik "kamu betul-betul anak bapakmu."

Demikianlah, Fatimah Az Zahra sebagai anak. Ia meninggalkan perhiasan bukan karena haram baginya, ia tahu mubah hukumnya bagi wanita mengenakan perhiasan emas, tapi ketika ia mengetahui ayahnya tidak menyukainya, maka ia rela meninggalkannya.

Fatimah Az Zahra, istri teladan

Sudah lama Ali menyembunyikan keinginan untuk memperistri Fatimah. Keinginan tersebut bertambah menggebu setelah Rasulullah menikah dengan Siti 'Aisyah. Bagi Fatimah, Ali bukanlah orang asing, ia adalah anak paman Rasulullah, Abu Thalib. Keduanya dibesarkan dalam rumah yang sama dengan orang tua yang sama (Ali dikafil oleh Rasulullah sebagai balas jasa Rasulullah terhadap Abu Thalib). Tapi apa daya Ali tidak memiliki apa-apa untuk dijadikan sebagai mahar. Abu Bakar dan Umar mendahului Ali melamar Fatimah, keduanya ditolak Rasulullah dengan halus. Setelah penolakan itu keduanya menemui Ali agar melamar Fatimah. Maka pergilah Ali menemui Rasulullah untuk melamar Fatimah. Karena malu Ali menyampaikan lamarannya dengan cara halus. Rasulullah hanya menjawab: "Ahlan wamarhaban" lalu keduanya sama-sama diam. Keesokan harinya Ali kembali menemui Rasulullah, kali ini dengan terang-terangan ia melamar Fatimah, dan menjadikan baju bsinya sebagai mahar. Kemudian atas perintah Rasulullah ia menjual baju besinya seharga 470 dirham untuk keperluan perkawinannya. Demikianlah perkawinan putri Rasulullah, dengan Ali, pemuda faqir yang hanya memiliki baju besi untuk dijadikan mahar. Ketika itu usia Fatimah 18 tahun.

Dibanding dengan saudari-saudarinya, dari segi materi, Fatimah lah yang paling sengsara. Ali tidak mampu membayar pembantu untuk meringankan pekerjaan Fatimah. Fatimah dengan ikhlas mengerjakan semua pekerjaan rumah, dibantu oleh Ali sepulang mencari nafkah. Suatu hari Ali mendengar bahwa Rasulullah mendapat beberapa orang budak. Maka iapun meminta kepada Fatimah untuk pergi menemui Rasulullah guna meminta salah satu budak agar bisa meringankan pekerjaan Fatimah. Pergilah Fatimah memenuhi permintaan Ali, tapi sesampainya di tempat Rasulullah ia malu menyampaikan maksud kedatangannya, iapun pamit pulang. Sesampainya di rumah ia menceritakannya pada Ali. Lalu Ali mengajak Fatimah kembali menemui Rasulullah, karena Fatimah diam saja, akhirnya Ali lah yang meminta kepada Rasulullah untuk memberi mereka salah satu budak agar bisa meringankan pekerjaan Fatimah. Tapi Rasulullah tidak bisa mengabulkan permintaan keduanya, karena hasil penjualan budak-budak tersebut akan dibelikan makanan untuk para fakir miskin. Pulanglah pasangan tersebut tanpa ada sedikitpun rasa kecewa di hati keduanya. Tapi pemandangan itu menyentuh hati Rasulullah sebagai seorang ayah. Malamnya Rasulullah mendatangi putrinya Fatimah, beliau bersabda: "Maukah kalian berdua aku beri sesuatu yang lebih baik dari apa yang kalian minta?" keduanya menjawab dengan serentak: "tentu ya Rasulullah." Rasulullah berkata: "kalimat yang diajarkan Jibril; Membaca tasbih 10 kali, tahmid 10 kali dan takbir 10 kali setiap selesai sholat. Dan apabila kalian hendak tidur bacalah tasbih 33 kali , tahmid 33 kali dan takbir 34 kali."

Demekianlah semestinya seorang ayah. Sebagai seorang ayah, Rasulullah ingin membantu anaknya, tapi apa daya beliau tak memiliki apa yang anaknya perlukan, tapi beliau berusaha menyenangkan anaknya walau hanya sekedar dengan perhatian dan kata-kata penyejuk hati.

Sangking susahnya kehidupan keluarga Fatimah dan Ali. Pernah suatu hari Rasulullah berkunjung ke rumah Fatimah (setelah Hasan dan Husein lahir), beliau hanya menemukan Fatimah, ketika beliau menanyakan keberadaan Ali, Hasan dan Husein, Fatimah menjawab: Ali membawa kedua anaknya berjalan-jalan agar mereka tidak meminta makan, sementara di rumah tidak ada yang bisa dimakan."

Demikianlah Fatimah, putri Rasulullah dengan sabar dan qana'ah dan penuh keridhoan, ia jalani kehidupan rumah tangganya dengan Ali. Maka tak mengherankan betapa sakit hatinya Fatimah ketika Ali berniat akan menikah dengan wanita lain. Apalagi setelah tahu siapa wanita yang akan dinikahi Ali, yaitu; putri dari musuh Allah Amr bin Hisyam atau yang lebih dikenal dengan julukan Abu Jahal.

Adapun Ali, tidak ada niat sedikitpun untuk menyakiti hati Fatimah apalagi hati Rasulullah SAW. Dalam pandangannya selama ini, Rasulullah tidak membeda-bedakan antara putrinya dengan yang lain. Buktinya Rasulullah pernah berkata bahwa apabila Fatimah mencuri, maka akan dipotong tangannya sebagaimana yang lain. Berarti sebagaimana wanita muslimah yang lain boleh dimadu demikian halnya dengan Fatimah. Tapi ternyata dugaan Ali salah, Fatimah sangat marah dengan apa yang diniatkan Ali, demikian halnya Rasulullah. Rasulullah naik ke mimbar dan berkata: " Aku tidak mengijinkan Ali menikah dengan anak perempuan bani Hisayam, kecuali jika Ali menceraikan Fatimah, Aku bukan mengharamkan yang halal, tapi demi Allah tidak bersatu antara putri Rasulullah dan putri musuh Allah pada satu laki-laki." Begitu istimewanya Fatimah di hati Rasulullah, sampai beliau tidak tega melihatnya dimadu. Hal ini merupakan kekhususan Az Zahra sebagaimana kekhususannya dalam dilarangnya ia mengenakan perhiasan.

Az Zahra memiliki dua orang putra, Hasan dan Husein. Dan dua orang putri: Ummu Kultsum dan Zeinab.

KHATIMAH

Demikianlah kehidupan Az Zahra, putri Rasulullah SAW. Pemimpin wanita di surga. Sedikitpun ia tidak mengenal kemewahan, bahkan mengenakan seuntai kalung saja menjadi pantangan. Dari segi materi keluarga Fatimah dan Ali bisa dikatakan sangat minim -apabila tidak boleh dikatakan kekurangan-, tapi apabila kita lihat dari sisi lain keluarga Fatimah dan Ali lah yang paling berkah di antara keluarga putri-putri Rasul yang lain. Bagaimana tidak? Hanya keturunan merekalah yang masih berlanjut hingga kini.

Diantara keistimewaan Az Zahra adalah ia wafat 6 bulan setelah Rasulullah wafat, sementara putra-putri Rasulullah yang lain wafat sebelum Rasulullah. Az Zahra wafat pada usia 28 tahun dan dikuburkan di Baqi'.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Mukadimah

Dahulu kala, masyarakat memandang perempuan bagaikan hewan atau bagian dari kekayaan yang dimiliki oleh seorang laki-laki. Demikian pula masyarakat Arab pada masa Jahiliyah. Mereka senantiasa memandang wanita sebagai makhluk yang hina. Bahkan, sebagian di antara mereka ada yang menguburkan anak perempuan mereka hidup-hidup.

Ketika fajar mentari Islam terbit, Islam memberikan hak kepada kaum hawa dan telah menentukan pula batas-batasnya, seperti hak sebagai ibu, hak sebagai istri, dan hak sebagai pemudi.

Tentu kita semua sering mendengar hadis Nabi saw yang menyatakan, “Surga itu terletak di bawah kaki ibu.”

Di lain kesempatan, beliau bersabda, "Kerelaan Allah terletak pada kerelaan orang tua." (Dan perempuan termasuk salah satu dari orang tua).

Islam telah memberikan batasan kemanusiaan kepada wanita dan memberikan aturan, undang-undang yang menjamin perlindungan, penjagaan terhadap kemuliaan wanita dan kehormatannya.

Sebagai contoh yang jelas ialah hijab atau jilbab. Jilbab bukanlah penjara bagi wanita, tapi ia merupakan kebanggaan baginya, sebagaimana kita selalu melihat permata yang tersimpan rapi di dalam kotaknya, atau buah-buahan yang tersembunyi di balik kulitnya.

Sedangkan bagi wanita muslimah, Allah SWT telah memberikan aturan yang dapat melindunginya dan menjaga diriya, yaitu jilbab. Bahkan tidak hanya sekedar pelindung, jilbab dapat menambah ketenangan dan keindahan pada diri wanita tersebut.

Wanita dalam pandangan Islam berbeda secara mencolok dari apa yang terjadi di Barat. Dunia Barat memandang wanita laksana benda atau materi yang layak untuk diiklankan, diperdagangkan, dan bisa diambil keuntungan materinya, dengan dalih memelihara etika dan kemuliaan wanita sebagai manusia.

Pandangan ini benar-benar telah membuat nilai wanita terpuruk dan terpisah dari naluri serta nilai-nilai kemanusiaan. Kita juga menyaksikan keretakan keluarga, perceraian yang terjadi di dalam masyarakat Barat telah sedemikian mengkuatirkan.

Dalam pandangan dunia Barat, wanita telah berubah menjadi seonggok barang yang tidak berharga lagi, baik dalam dunia perfilman, iklan, promosi, ataupun dalam dunia kontes kecantikan.

Teman-teman, marilah kita sejenak menengok sosok teladan kaum wanita dalam Islam yang terwujud dalam kehidupan putri Rasulullah tercinta.

Dialah Siti Fatimah Az-Zahra as.

Putri tersayang Nabi Muhammad saw.

Istri tercinta Imam Ali as.

Bunda termulia Hasan, Husain, dan Zainab as.
Hari Lahir

Fatimah as dilahirkan pada tahun ke-5 setelah Muhammad saw diutus menjadi Nabi, bertepatan dengan tiga tahun setelah peristiwa Isra' dan Mikraj beliau.

Sebelumnya, Jibril as telah memberi kabar gembira kepada Rasulullah akan kelahiran Fatimah. Ia lahir pada hari Jumat, 20 Jumadil Akhir, di kota suci Makkah.
Fatimah di Rumah Wahyu

Fatimah as hidup dan tumbuh besar di haribaan wahyu Allah dan kenabian Muhammad saw. Beliau dibesarkan di dalam rumah yang penuh dengan kalimat-kalimat kudus Allah SWT dan ayat-ayat suci Al-Qur'an.

Acapkali Rasulullah saw melihat Fatimah masuk ke dalam rumahnya, beliau langsung menyambut dan berdiri, kemudian mencium kepala dan tangannya.

Pada suatu hari, ‘Aisyah bertanya kepada Rasulullah saw tentang sebab kecintaan beliau yang sedemikian besar kepada Fatimah as.

Beliau menegaskan, “Wahai ‘Aisyah, jika engkau tahu apa yang aku ketahui tentang Fatimah, niscaya engkau akan mencintainya sebagaimana aku mencintainya. Fatimah adalah darah dagingku. Ia tumpah darahku. Barang siapa yang membencinya, maka ia telah membenciku, dan barang siapa membahagiakannya, maka ia telah membahagiakanku.”

Kaum muslimin telah mendengar sabda Rasulullah yang menyatakan, bahwa sesungguhnya Fatimah diberi nama Fatimah karena dengan nama itu Allah SWT telah melindungi setiap pecintanya dari azab neraka.

Fatimah Az-Zahra’ as menyerupai ayahnya Muhammad saw dari sisi rupa dan akhlaknya.

Ummu Salamah ra, istri Rasulullah, menyatakan bahwa Fatimah adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah. Demikian juga ‘Aisyah. Ia pernah menyatakan bahwa Fatimah adalah orang yang paling mirip dengan Rasulullah dalam ucapan dan pikirannya.

Fatimah as mencintai ayahandanya melebihi cintanya kepada siapa pun.

Setelah ibunda kinasihnya, Khadijah as wafat, beliaulah yang merawat ayahnya ketika masih berusia enam tahun. Beliau senantiasa berusaha untuk menggantikan peranan ibundanya bagi ayahnya itu.

Pada usianya yang masih belia itu, Fatimah menyertai ayahnya dalam berbagai cobaan dan ujian yang dilancarkan oleh orang-orang musyrikin Makkah terhadapnya. Dialah yang membalut luka-luka sang ayah, dan yang membersihkan kotoran-kotoran yang dilemparkan oleh orang-orang Quraisy ke arah ayahanda tercinta.

Fatimah senantiasa mengajak bicara sang ayah dengan kata-kata dan obrolan yang dapat menggembirakan dan menyenangkan hatinya. Untuk itu, Rasulullah saw memanggilnya dengan julukan Ummu Abiha, yaitu ibu bagi ayahnya, karena kasih sayangnya yang sedemikian tercurah kepada ayahandanya.
Pernikahan Fatimah as

Setelah Fatimah as mencapai usia dewasa dan tiba pula saatnya untuk beranjak pindah ke rumah suaminya (menikah), banyak dari sahabat-sahabat yang berupaya meminangnya. Di antara mereka adalah Abu Bakar dan Umar. Rasulullah saw menolak semua pinangan mereka. Kepada mereka beliau mengatakan, “Saya menunggu keputusan wahyu dalam urusannya (Fatimah as).”

Kemudian, Jibril as datang untuk mengkabarkan kepada Rasulullah saw, bahwa Allah telah menikahkan Fatimah dengan Ali bin Ali Thalib as. Tak lama setelah itu, Ali as datang menghadap Rasulullah dengan perasaan malu menyelimuti wajahnya untuk meminang Fatimah as. Sang ayah pun menghampiri putri tercintanya untuk meminta pendapatnya seraya menyatakan, “Wahai Fatimah, Ali bin Abi Thalib adalah orang yang telah kau kenali kekerabatan, keutamaan, dan keimanannya. Sesungguhnya aku telah memohonkan pada Tuhanku agar menjodohkan engkau dengan sebaik-baik mahkluk-Nya dan seorang pecinta sejati-Nya. Ia telah datang menyampaikan pinangannya atasmu, bagaimana pendapatmu atas pinangan ini?"

Fatimah as diam, lalu Rasulullah pun mengangkat suaranya seraya bertakbir, “Allahu Akbar! Diamnya adalah tanda kerelaannya.”
Acara Pernikahan

Rasulullah saw kembali menemui Ali as sambil mengangkat tangan sang menantu seraya berkata, “Bangunlah! 'Bismillah, bi barakatillah, masya’ Allah la quwwata illa billah, tawakkaltu 'alallah.”

Kemudian, Nabi saw menuntun Ali dan mendudukkannya di samping Fatimah. Beliau berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya keduanya adalah makhluk-Mu yang paling aku cintai, maka cintailah keduanya, berkahilah keturunannya, dan peliharalah keduanya. Sesungguhnya aku menjaga mereka berdua dan keturunannya dari setan yang terkutuk.”

Rasulullah mencium keduanya sebagai tanda ungkapan selamat berbahagia. Kepada Ali, beliau berkata, “Wahai Ali, sebaik-baik istri adalah istrimu.”

Dan kepada Fatimah, beliau menyatakan, “Wahai Fatimah, sebaik-baik suami adalah suamimu”.

Di tengah-tengah keramaian dan kerumunan wanita yang berasal dari kaum Anshar, Muhajirin, dan Bani Hasyim, telah lahir sesuci-suci dan seutama-utamanya keluarga dalam sejarah Islam yang kelak menjadi benih bagi Ahlulbait Nabi yang telah Allah bersihkan kotoran jiwa dari mereka dan telah sucikan mereka dengan sesuci-sucinya.

Acara pernikahan kudus itu berlangsung dengan kesederhanaan. Saat itu, Ali tidak memiliki sesuatu yang bisa diberikan sebagai mahar kepada sang istri selain pedang dan perisainya. Untuk menutupi keperluan mahar itu, ia bermaksud menjual pedangnya. Tetapi Rasulullah saw mencegahnya, karena Islam memerlukan pedang itu, dan setuju apabila Ali menjual perisainya.

Setelah menjual perisai, Ali menyerahkan uangnya kepada Rasulullah saw. Dengan uang tersebut beliau menyuruh Ali untuk membeli minyak wangi dan perabot rumah tangga yang sederhana guna memenuhi kebutuhan keluarga yang baru ini.

Kehidupan mereka sangat bersahaja. Rumah mereka hanya memiliki satu kamar, letaknya di samping masjid Nabi saw.

Hanya Allah SWT saja yang mengetahui kecintaan yang terjalin di antara dua hati, Ali dan Fatimah. Kecintaan mereka hanya tertumpahkan demi Allah dan di atas jalan-Nya.

Fatimah as senantiasa mendukung perjuangan Ali as dan pembelaannya terhadap Islam sebagai risalah ayahnya yang agung nan mulia. Dan suaminya senantiasa berada di barisan utama dan terdepan dalam setiap peperangan. Dialah yang membawa panji Islam dalam setiap peperangan kaum muslimin. Ali pula yang senantiasa berada di samping mertuanya, Rasulullah saw.

Fatimah as senantiasa berusaha untuk berkhidmat dan membantu suami, juga berupaya untuk meringankan kepedihan dan kesedihannya. Beliau adalah sebaik-baik istri yang taat. Beliau bangkit untuk memikul tugas-tugas layaknya seorang ibu rumah tangga. Setiap kali Ali pulang ke rumah, ia mendapatkan ketenangan, ketentraman, dan kebahagiaan di sisi sang istri tercinta.

Fatimah as merupakan pokok yang baik, yang akarnya menghujam kokoh ke bumi, dan cabangnya menjulang tinggi ke langit. Fatimah dibesarkan dengan cahaya wahyu dan beranjak dewasa dengan didikan Al-Qur'an.
Keluarga Teladan

Kehidupan suami istri adalah ikatan yang sempurna bagi dua kehidupan manusia untuk menjalin kehidupan bersama.

Kehidupan keluarga dibangun atas dasar kerjasama, tolong menolong, cinta, dan saling menghormati.

Kehidupan Ali dan Fatimah merupakan contoh dan teladan bagi kehidupan suami istri yang bahagia. Ali senantiasa membantu Fatimah dalam pekerjaan-pekerjaan rumah tangganya. Begitu pula sebaliknya, Fatimah selalu berupaya untuk mencari keridhaan dan kerelaan Ali, serta senantiasa memberikan rasa gembira kepada suaminya.

Pembicaraan mereka penuh dengan adab dan sopan santun. "Ya binta Rasulillah"; wahai putri Rasul, adalah panggilan yang biasa digunakan Imam Ali setiap kali ia menyapa Fatimah. Sementara Sayidah Fatimah sendiri menyapanya dengan panggilan “Ya Amirul Mukminin”; wahai pemimpin kaum mukmin.

Demikianlah kehidupan Imam Ali as dan Sayidah Fatimah as.

Keduanya adalah teladan bagi kedua pasangan suami-istri, atau pun bagi orang tua terhadap anak-anaknya.
Buah Hati

Pada tahun ke-2 Hijriah, Fatimah as melahirkan putra pertamanya yang oleh Rasulullah saw diberi nama “Hasan”. Rasul saw sangat gembira sekali atas kelahiran cucunda ini. Beliau pun menyuarakan azan pada telinga kanan Hasan dan iqamah pada telinga kirinya, kemudian dihiburnya dengan ayat-ayat Al-Qur'an.

Setahun kemudian lahirlah Husain. Demikianlah Allah SWT berkehendak menjadikan keturunan Rasulullah saw dari Fatimah Az-Zahra as. Rasul mengasuh kedua cucunya dengan penuh kasih dan perhatian. Tentang keduanya beliau senantiasa mengenalkan mereka sebagai buah hatinya di dunia.

Bila Rasulullah saw keluar rumah, beliau selalu membawa mereka bersamanya. Beliau pun selalu mendudukkan mereka berdua di haribaannya dengan penuh kehangatan.

Suatu hari Rasul saw lewat di depan rumah Fatimah as. Tiba-tiba beliau mendengar tangisan Husain. Kemudian Nabi dengan hati yang pilu dan sedih mengatakan, “Tidakkah kalian tahu bahwa tangisnya menyedihkanku dan menyakiti hatiku.”

Satu tahun berselang, Fatimah as melahirkan Zainab. Setelah itu, Ummu Kultsum pun lahir. Sepertinya Rasul saw teringat akan kedua putrinya Zainab dan Ummu Kultsum ketika menamai kedua putri Fatimah as itu dengan nama-nama tersebut.

Dan begitulah Allah SWT menghendaki keturunan Rasul saw berasal dari putrinya Fatimah Zahra as.
Kedudukan Fatimah Az-Zahra’ as

Meskipun kehidupan beliau sangat singkat, tetapi beliau telah membawa kebaikan dan berkah bagi alam semesta. Beliau adalah panutan dan cermin bagi segenap kaum wanita. Beliau adalah pemudi teladan, istri tauladan dan figur yang paripurna bagi seorang wanita. Dengan keutamaan dan kesempurnaan yang dimiliki ini, beliau dikenal sebagai “Sayyidatu Nisa’il Alamin”; yakni Penghulu Wanita Alam Semesta.

Bila Maryam binti ‘Imran, Asiyah istri Firaun, dan Khadijah binti Khuwalid, mereka semua adalah penghulu kaum wanita pada zamannya, tetapi Sayidah Fatimah as adalah penghulu kaum wanita di sepanjang zaman, mulai dari wanita pertama hingga wanita akhir zaman.

Beliau adalah panutan dan suri teladan dalam segala hal. Di kala masih gadis, ia senantiasa menyertai sang ayah dan ikut serta merasakan kepedihannya. Pada saat menjadi istri Ali as, beliau selalu merawat dan melayani suaminya, serta menyelesaikan segala urusan rumah tangganya, hingga suaminya merasa tentram bahagia di dalamnya.

Demikian pula ketika beliau menjadi seorang ibu. Beliau mendidik anak-anaknya sedemikian rupa atas dasar cinta, kebaikan, keutamaan, dan akhlak yang luhur dan mulia. Hasan, Husain, dan Zainab as adalah anak-anak teladan yang tinggi akhlak dan kemanusiaan mereka.
Kepergian Sang Ayah

Sekembalinya dari Haji Wada‘, Rasulullah saw jatuh sakit, bahkan beliau sempat pingsan akibat panas dan demam keras yang menimpanya. Fatimah as bergegas menghampiri beliau dan berusaha untuk memulihkan kondisinya. Dengan air mata yang luruh berderai, Fatimah berharap agar sang maut memilih dirinya dan merenggut nyawanya sebagai tebusan jiwa ayahandanya.

Tidak lama kemudian Rasul saw membuka kedua matanya dan mulai memandang putri semata wayang itu dengan penuh perhatian. Lantas beliau meminta kepadanya untuk membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an. Fatimah pun segera membacakan Al-Qur'an dengan suara yang khusyuk.

Sementara sang ayah hayut dalam kekhusukan mendengarkan kalimat-kalimat suci Al-Qur'an, Fatimah pun memenuhi suasana rumah Nabi. Beliau ingin menghabiskan detik-detik akhir hayatnya dalam keadaan mendengarkan suara putrinya yang telah menjaganya dari usia yang masih kecil dan berada di samping ayahnya di saat dewasa.

Rasul saw meninggalkan dunia dan ruhnya yang suci mi’raj ke langit.

Kepergian Rasul saw merupakan musibah yang sangat besar bagi putrinya, sampai hatinya tidak kuasa memikul besarnya beban musibah tersebut. Siang dan malam, beliau selalu menangis.

Belum lagi usai musibah itu, Fatimah as mendapat pukulan yang lebih berat lagi dari para sahabat yang berebut kekuasaan dan kedudukan.

Setelah mereka merampas tanah Fadak dan berpura-pura bodoh terhadap hak suaminya dalam perkara khilafah (kepemimpinan), Fatimah Az-Zahra’ as berupaya untuk mempertahankan haknya dan merebutnya dengan keberanian yang luar biasa.

Imam Ali as melihat bahwa perlawanan terhadap khalifah yang dilakukan Sayidah Fatimah as secara terus menerus bisa menyebabkan negara terancam bahaya besar, hingga dengan begitu seluruh perjuangan Rasul saw akan sirna, dan manusia akan kembali ke dalam masa Jahiliyah.

Atas dasar itu, Ali as meminta istrinya yang mulia untuk menahan diri dan bersabar demi menjaga risalah Islam yang suci.

Akhirnya, Sayidah Fatimah as pun berdiam diri dengan menyimpan kemarahan dan mengingatkan kaum muslimin akan sabda Nabi, “Kemarahannya adalah kemarahan Rasulullah, dan kemarahan Rasulullah adalah kemarahan Allah SWT.”

Sayidah Fatimah as diam dan bersabar diri hingga beliau wafat. Bahkan beliau berwasiat agar dikuburkan di tengah malam secara rahasia.
Kepergian Putri Tercinta Rasul

Bagaikan cahaya lilin yang menyala kemudian perlahan-lahan meredup. Demikianlah ihwal Fatimah Az-Zahra’ as sepeninggal Rasul saw. Ia tidak kuasa lagi hidup lama setelah ditinggal wafat oleh sang ayah tercinta. Kesedihan senantiasa muncul setiap kali azan dikumandangkan, terlebih ketika sampai pada kalimat Asyhadu anna Muhammadan(r) Rasulullah.

Kerinduan Sayidah Fatimah untuk segera bertemu dengan sang ayah semakin menyesakkan dadanya. Bahkan kian lama, kesedihannya pun makin bertambah. Badannya terasa lemah, tidak lagi sanggup menahan renjana jiwanya kepada ayah tercinta.

Demikianlah keadaan Sayidah Fatimah as saat meninggalkan dunia. Beliau tinggalkan Hasan yang masih 7 tahun, Husain yang masih 6 tahun, Zainab yang masih 5 tahun, dan Ummi Kultsum yang baru saja memasuki usia 3 tahun.

Yang paling berat dalam perpisahan ini, ia harus meninggalkan suami termulia, Ali as, pelindung ayahnya dalam jihad dan teman hidupnya di segala medan.

Sayidah Fatimah as memejamkan mata untuk selamanya setelah berwasiatkan kepada suaminya akan anak-anaknya yang masih kecil. Beliau pun mewasiatkan kepada sang suami agar menguburkannya secara rahasia. Hingga sekarang pun makam suci beliau masih misterius. Dengan demikian terukirlah tanda tanya besar dalam sejarah tentang dirinya.

Fatimah Az-Zahra’ as senantiasa memberikan catatan kepada sejarah akan penuntutan beliau atas hak-haknya yang telah dirampas. Sehingga umat Islam pun kian bertanya-tanya terhadap rahasia dan kemisterian kuburan beliau.

Dengan penuh kesedihan, Imam Ali as duduk di samping kuburannya, diiringi kegelapan yang menyelimuti angkasa. Kemudian Imam as mengucapkan salam, “Salam sejahtera bagimu duhai Rasulullah ... dariku dan dari putrimu yang kini berada di sampingmu dan yang paling cepat datang menjumpaimu.

"Duhai Rasulullah! Telah berkurang kesabaranku atas kepergian putrimu, dan telah berkurang pula kekuatanku ... Putrimu akan mengabarkan kepadamu akan umatmu yang telah menghancurkan hidupnya. Pertanyaan yang meliputinya dan keadaan yang akan menjawab. Salam sejahtera untuk kalian berdua!”[]
Riwayat Singkat Sayidah Fatimah as

Nama : Fatimah.

Julukan : Az-Zahra’, Al-Batul, At-Thahirah.

Ayah : Mahammad.

Ibu : Khadijah binti Khuwailid.

Kelahiran : Jumat 20 Jummadil Akhir.

Tempat : Makkah Al-Mukarramah.

Wafat : MadinahAl-Munawarah, Tahun 11 H.

Makam : Tidak diketahui.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

Jabir Al-Anshari, salah seorang sahabat Nabi saw berkisah bahwa beberapa hari Rasulullah saw tidak makan sedikit pun makanan sehingga diriku lemas, kemudian beliau mendatangi isteri-isteriku untuk mendapatkan sesuap makanan, tapi tidak mendapatkannya di rumah mereka.

Lalu beliau mendatangi Fatimah (as) dan berkata: “Wahai puteriku, apakah kamu punya makanan untuk aku? aku lapar. Fatimah (as) berkata: Demi Allah, demi ayahku dan ibuku, aku tidak punya makanan.

Ketika Rasulullah saw keluar dari rumah Fatimah (as), ada seorang perempuan mengirimkan dua potong roti dan sepotong daging, lalu Fatimah (as) mengambilnya dan meletakkannya dalam mangkok yang besar dan menutupinya. Fatimah (as) berkata: Sungguh makanan ini aku akan utamakan untuk Rasulullah saw daripada diriku dan keluargaku. Padahal mereka juga membutuhkan sesuap makanan.

Fatimah (as) berkata: Lalu aku mengutus Al-Hasan dan Al-Husein kepada kakeknya Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw datang padaku. Aku berkata: Ya Rasulallah, demi ayahku dan ibuku, Allah telah mengkaruniakan kepada kami sesuatu, lalu aku menyimpannyan untuk kupersembahkan kepadamu.

Fatimah (as) berkata: Ada seseorang mengantarkan makanan padaku, lalu aku meletakkannya dalam mangkok besar dan aku menutupinya. Saat itu juga dalam mangkok itu penuh dengan roti dan daging. Ketika aku melihatnya aku ta’ajjub. Aku tahu bahwa itu adalah keberkahan dari Allah swt, lalu aku memuji Allah swt dan bershalawat kepada Nabi-Nya.

Rasulullah saw bertanya: “Dari mana makanan ini wahai puteriku?” Fatimah menjawab: Makanan ini datang dari sisi Allah, sesungguhnya Allah mengkaruniakan rizki kepada orang yang dikehendaki-Nya dari arah yang tak terduga. Kemudian Rasulullah saw mengutus seseorang kepada Ali (as) lalu ia datang. Rasulullah saw, Ali, Fatimah, Al-Hasan, Al-Husein (as) dan semua isteri Nabi saw makan makanan itu sehingga mereka merasa kenyang, dan makanan itu tetap penuh dalam mangkok itu.

Fatimah (as) berkata: Lalu aku juga mengantarkan makanan itu pada semua tetanggaku, Allah menjadikan dalam makanan itu keberkahan dan kebaikan yang panjang waktunya. Padahal awalnya makanan dalam mangkok itu hanya dua potong roti dan sepotong daging, selebihnya adalah keberkahan dari Allah swt.

Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda kepada Fatimah dan Ali (as): “Segala puji bagi Allah yang tidak mengeluarkan kalian berdua dari dunia sehingga Allah menjadikan bagimu (Ali) apa yang telah terjadi pada Zakariya, dan menjadikan bagimu wahai Fatimah apa yang telah terjadi pada Maryam. Inilah yang dimaksudkan juga dalam firman Allah swt: “Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrabnya, ia dapati makanan di sisinya.” (Ali-Imran: 37).
Kisah dan riwayat ini terdapat di dalam:
1. Tafsir Al-Kasysyaf, Az-Zamakhsyari, tentang tafsir surat Ali-Imran: 37.
2. Tafsir Ad-Durrul Mantsur, tentang ayat ini.
3. Qishashul Anbiya’, halaman 513.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer